Paket Ekonomi IX, Deregulasi 5 Aturan di Sektor Logistik

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said (kanan).
Sumber :
  • ANTARA/Widodo S. Jusuf
VIVA.co.id
Menteri Darmin: Belanja APBN-P 2016 Akan Dipangkas Rp133,8 T
- Pemerintah resmi mengumumkan paket kebijakan ekonomi jilid IX. Beberapa poin yang menjadi fokus antara lain, percepatan pembangunan infrastruktur tenaga listrik, stabilisasi harga daging, dan peningkatan sektor logistik antara desa ke kota, begitu pula sebaliknya. 

Inflasi Rendah Tak Berarti Konsumsi Masyarakat Rendah
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Rabu 27 Januari 2016, menyatakan pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden untuk mempercepat pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan. Selain demi memenuhi kebutuhan listrik untuk rakyat, pembangunan infrastruktur ini akan mendorong pertumbuhan ekonomi, sekaligus meningkatkan rasio elektrifikasi. 

Jokowi Sibuk, Paket Kebijakan XIII Keluar Pekan Depan
Sampai 2015, kapasitas listrik terpasang di Indonesia mencapai 53 gigawatt dengan energi terjual mencapai 220 TWH. Rasio elektrifikasi saat ini sebesar 87,5 persen. 

"Untuk mencapai rasio elektrifikasi hingga 97,2 persen pada 2019, diperlukan pertumbuhan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan sekitar 8,8 persen per tahun. Ini berdasarkan proyeksi pertumbuhan ekonomi enam persen per tahun dengan asumsi elastisitas 1,2," kata Darmin di Kantor Presiden.

Kebijakan lainnya, adalah ditujukan untuk stabilisasi pasokan dan harga daging sapi. Kebijakan ini didasari kebutuhan daging sapi dalam negeri yang terus meningkat dari tahun ke tahun. 

"Pada 2016 ini, misalnya, kebutuhan nasional adalah 2,61 per kapita, sehingga kebutuhan nasional setahun mencapai 674,69 ribu ton, atau setara dengan 3,9 juta ekor sapi," papar Darmin. 

Dia menambahkan, kebutuhan tersebut belum dapat dipenuhi oleh peternak dalam negeri, karena produksi sapi hanya mencapai 439,53 ribu ton per tahun atau setara dengan 2,5 juta ekor sapi. Jadi, terdapat kekurangan pasokan yang mencapai 235,16 ribu ton yang harus dipenuhi melalui impor. 

Mengingat terbatasnya jumlah negara pemasok, pemerintah Indonesia perlu memperluas akses dari negara maupun zona tertentu yang memenuhi syarat kesehatan hewanyang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Internasional (OIE), untuk menambah alternatif sumber penyediaan hewan dan produk hewan.  
Menteri Pertanian akan menetapkan negara atau zona dalam suatu negara, unit usaha, atau farm untuk pemasukan ternak, atau produk hewan berdasarkan analisis resiko dengan tetap memperhatikan ketentuan OIE. 

Dengan demikian, pemasukan ternak dan produk hewan dalam kondisi tertentu tetap bisa dilakukan, seperti dalam keadaan bencana, kurangnya ketersediaan daging, atau ketika harga daging sedang naik yang bisa memicu inflasi dan mempengaruhi stabilitas harga. 

Jenis ternak yang dapat dimasukkan berupa sapi atau kerbau bakalan, sedangkan produk hewan yang bisa didatangkan berupa daging tanpa tulang dari ternak sapi atau kerbau. Kebijakan ini diharapkan mampu menstabilisasi pasokan daging dalam negeri dengan harga yang terjangkau dan kesejahteraan peternak tetap meningkat. 

Kebijakan lainnya yang dikeluarkan adalah deregulasi dari aturan yang ada di sektor logistik, dari desa ke pasar global. Ada lima aturan yang dirombak.

Pertama, pengembangan usaha jasa penyelenggaraan pos komersial. Pemerintah menyelaraskan ketentuan tentang besaran tarif untuk mendorong efisiensi jasa pelayanan pos. 

Kebijakan ini dilatari adanya Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 32 Tahun 2014, sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 9 Tahun 2015 yang menetapkan besaran tarif jasa pos komersial harus lebih tinggi dari tarif layanan pos universal yang ditetapkan pemerintah. 

Ketentuan ini, dinilai membatasi persaingan pelaku penyelanggara pos komersial. Perubahan ini diharapkan mampu mendorong daya saing dan perluasan layanan usaha jasa kiriman yang dapat meningkatkan kegiatan logistik desa-kota secara efisien.

Kedua, penyatuan pembayaran jasa-jasa kepelabuhanan secara elektronik (Single Billing). Kebijakan ini sebagai penegasan pelaksanaan Peraturan Menteri BUMN Nomor 2 Tahun 2013 tentang Panduan Penyusunan Pengelolaan Teknologi Informasi BUMN. 

Selama ini, pelaku usaha yang menggunakan jasa kepelabuhan umumnya masih melakukan pembayaran secara parsial dan belum terintegrasi secara elektronik. Ini berdampak terhadap lamanya waktu pemrosesan transaksi, atau 20 persen lebih lama di pelabuhan. Melalui penyatuan pembayaran secara elektronik ini, efisiensi biaya dan waktu untuk memperlancar arus barang di pelabuhan akan bisa lebih ditingkatkan. 

Kemudian yang ketiga, sinergi BUMN membangun agregator atau konsolidator ekspor produk Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Geographical Inidications, dan Ekonomi Kreatif. 

Pemerintah ingin membuka peluang lebih besar kepada UKM, terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Selama ini, beragam produk UKM, produk khas daerah, dan produk kreatif masyarakat masih sulit memenuhi ketentuan dan dokumen yang diperlukan ketika hendak mengekspor produknya. 

Pokok kebijakan yang dikeluarkan berupa penugasan Menteri BUMN kepada BUMN logistik, agar bersinergi dengan BUMN lainnya untuk membangun agregator dan konsolidator bagi produk atau komoditi ekspor UKM, geographical indications, dan ekonomi kreatif.

Selanjutnya yang keempat, sistem pelayanan kepelabuhan secara elektronik. Indonesia saat ini sudah memiliki Portal Indonesia National Single Window (INSW) yang menangani kelancaran pergerakan dokumen ekspor impor. 

Portal ini sudah diterapkan di 16 pelabuhan laut dan lima bandar udara di Indonesia. Karena belum terpadunya pergerakan barang dan dokumen di pelabuhan, maka berpengaruh terhadap lead time barang yang selanjutnya akan berdampak pada dwelling time di pelabuhan, maka perlu pengembangan-pengembangan port system yang terintegrasi ke dalam INSW. 

Deregulasi kelima, yang dilakukan adalah penggunaan mata uang rupiah untuk transaksi transportasi. Sebab, pembayaran beberapa kegiatan logistik seperti transportasi laut dan pergudangan masih menggunakan tarif dalam bentuk mata uang asing yang dikonversikan ke dalam mata uang rupiah dengan besaran kurs yang ditentukan oleh masing-masing pemberi jasa. 

Pada umumnya ketentuan kurs yang digunakan di atas kurs Bank Indonesia. Untuk itu, diperlukan kepastian tarif dalam bentuk mata uang rupiah dengan merevisi Instruksi Menteri Perhubungan nomor 3 tahun 2014. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya