DPR: Sesat Pikir BUMN Jalankan Bisnis Swasta Kereta Cepat

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ Akbar Nugroho Gumay.
VIVA.co.id - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai sejumlah kesalahan berpikir pemerintah dalam membangun proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Soal Kereta Cepat, Menhub Budi Tak Mau Gegabah

Fahri mengingatkan makna Pasal 33 Undang Undang Dasar1945 tentang kekayaan alam yang dikuasai negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Badan usaha milik negara (BUMN) integral di dalamnya.
Reuters Klarifikasi Berita Rini Soal Kasus Korupsi China

"Empat BUMN, enggak bisa business to business (berbisnis dalam proyek kereta cepat). Tugas utamanya menyebarkan kesejahteraan, menyalurkan kekayaan, sehingga rakyat sejahtera, jadi pipa kesejahteraan," kata Fahri melalui keterangan persnya pada Senin, 1 Februari 2016.
Brudirect Klarifikasi Berita Rini di Kasus Korupsi China

Fahri menganggap aneh sikap Presiden Joko Widodo dan Menteri BUMN, Rini Soemarno, yang menyeret BUMN sebagai pipa kesejahteraan rakyat untuk masuk dalam kepentingan bisnis dan mengejar keuntungan finansial semata.

"BUMN adalah milik negara. Negara yang menjamin eksistensi BUMN. Enggak bisa masuk rezim business to business," ujar politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.

Empat BUMN masuk dalam konsorsium yang bekerja sama dengan Tiongkok. Fahri menilai aneh karena konsorsium BUMN itu hanya untuk memuluskan proyek.

Seperti dimasukkannya PT Perkebunan Nusantara. Pemerintah hanya ingin memanfaatkan tanah secara gratis milik aset BUMN itu. Tapi, justru aneh karena publik dibebani utang. Padahal, aset keempat BUMN itu sangat besar.

BUMN, Fahri menambahkan, tidak boleh dibawa pada hanya kepentingan bisnis. Apalagi, aset-aset negara di empat BUMN itu sebagai jaminan ke negara lain.

"Keliru bahwa infrastruktur harus merupakan kepentingan bangsa kita, prioritas dan tidak boleh didikte bangsa lain," katanya.

Menurut Fahri, unsur mendesak tidak terpenuhi dalam proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Sebab, sangat banyak akses transportasi yang sudah tersedia.

Fahri lebih sepakat dibangun infrastruktur kereta cepat yang menghubungkan ujung timur hingga ujung barat Jawa. Berdasarkan asas keadilan, harus diprioritaskan akses penghubung di luar Jawa.

Dia mengaku sempat berbicara dengan mantan pejabat di era Orde Baru, yang menilai proyek itu berbahaya. Sebab, publik dibebani tanggung jawab yang sangat riskan bagi bangsa di masa mendatang.

"Rini (Soemarno, Menteri BUMN) dapat rente, menyebabkan kita harus menolak. Jokowi harus jelaskan ulang prirotas pembangunan infrastruktur," katanya. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya