Ini Beda China, Jepang dan AS dalam Pekerjakan Orang RI

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia, Said Iqbal.
Sumber :
  • kspi.or.id/M Rusdi
VIVA.co.id
Bank Mandiri Jadi Penyalur Investasi Asing ke Daerah
- Persaingan bisnis antara produsen di industri sektor otomotif negara-negara besar dunia, seperti Amerika Serikat, Jepang dan China, terus terjadi di Indonesia

BKPM Gandeng Bank Mandiri untuk Tampung Dana Investor
Setelah sebelumnya produsen mobil asal Amerika Serikat, Ford, menutup pabriknya di Indonesia, kemudian adanya kabar pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran menghantui perusahaan asal Jepang, yakni Yamaha‎ dan Astra Honda Motor (AHM), perusahaan-perusahaan asal China kini mulai gencar menanamkan investasi di Indonesia. 

Aliran Dana Asing ke RI Tembus Rp130 Triliun
Salah satunya, produsen otomotif SAIC-GM-Wuling (SGMW) yang membangun pabrik mobil di Bekasi, Jawa Barat, dengan nilai investasi mencapai sebesar Rp9,7 triliun. Lalu, bagaimana dengan penyerapan tenaga kerja Indonesia bagi perusahaan-perusahaan asal China?

Presiden Konfederasi ‎Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan ada sejumlah perbedaan mendasar antara perusahaan China dengan perusahaan Jepang dan Amerika Serikat, terutama dalam hal tenaga kerja.

Menurut Said, jika investor China semakin banyak membuka pabrik di Indonesia‎, dipastikan Negeri Tirai Bambu itu selalu menyertakan unskill worker.

"Misalnya perusahaan (China) baja di Pulogadung, jumlah tenaga kerjanya 300 orang, 100 orang di antaranya pekerja asal China, seperti tukang masak, tukang batu, sopir forklift, dan itu ilegal. Makanya, mereka ngumpet kalau ada pemeriksaan‎. Ini mengancam tenaga kerja lokal," ujar Said, di Jakarta, Jumat, 5 Februari 2016.

Dia menjelaskan, hal ini justru berbanding terbalik saat perusahaan-perusahaan asal Jepang dan AS menjamuri investasi di Indonesia. Dari sisi penyerapan tenaga kerja, perusahaan Jepang dan AS tidak menyertakan unskill worker di mana mereka menanamkan investasinya. 

"Hal ini yang berarti investasi (masuk) tidak akan banyak membuka lapangan kerja baru," katanya.

‎Sementara untuk soal aturan ketenagakerjaan, kata Said, perusahaan Jepang dan AS selama ini diakui tunduk pada aturan-aturan normatif ketenagakerjaan, misalnya upah dibayar sesuai upah minimum provinsi (UMP), adanya jaminan kesehatan, adanya jaminan pensiun, dan jika pun harus melakukan PHK, hal tersebut dilakukan dengan mengikuti aturan yang berlaku di Indonesia. 

"Perusahaan China di Pulogadung misalnya, itu membayar upah di bawah upah minimum. UMP DKI kan saat ini Rp3,1 juta, tetapi pekerjanya ada yang masih dibayar Rp2,6 juta, ada yang Rp2,8 juta," ujar dia.

Dia menilai, investasi asing memang bisa memajukan perekonomian nasional, tetapi perusahaan Jepang dan AS telah sejak lama berinvestasi di Indonesia. Sedangkan perusahaan China baru saat ini saja mulai gencar berinvestasi dalam skala besar.

"China ini belum teruji, faktanya investasi China kalau tidak untung mereka kabur. Pabrik dan mesinnya sewa sehingga tinggal kabur badan. Itu terjadi di perusahaan tekstil, garmen, komponen elektronik yang kecil-kecil," ujarnya.

Dengan begitu, Said menambahkan, hengkangnya Ford, lalu kemudian adanya potensi PHK besar-besaran yang menyasar perusahaan-perusahaan o‎tomotif Jepang, dikarenakan mesranya hubungan pemerintah Indonesia dengan negara China.

"Bisa saja itu terjadi persaingan bisnis, pemerintah kan memang lagi dekat-dekatnya dengan China, proyek kereta cepat misalnya," kata Said. (one)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya