Kereta Cepat Dituding Sarat Kepentingan Bisnis Properti

Pembangunan jalur kereta cepat.
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id - Dewan Pimpinan Pusat Partai Gerakan Indonesia Raya (DPP Gerindra) menyatakan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung sarat dengan kepentingan bisnis, terutama untuk bisnis properti. 

Metland Menteng Pasarkan Rumah Tipe Baru
Menurutnya, daerah yang akan dilalui jalur pembangunan kereta cepat ini akan tumbuh kota-kota baru, sehingga bisnis properti akan melesat.
 
Pengembang Malaysia Garap Properti di Maja Rp11,29 Triliun
Wakil Ketua Umum DPP Gerindra, Ferry J. Juliantono, mengatakan ada kepentingan dan desakan kepada pemerintah ketika melakukan ground breaking (pemancangan tiang pertama) proyek kereta cepat, sedangkan izin trase yang dikeluarkan baru sepanjang lima kilometer.
 
Sinar Mas Land Akan Bangun Hunian Elit di Batam
"Kami menenggarai, bahwa ada kepentingan titipan, sehingga penguasaan tanah-tanah ini yang nantinya akan dilepas hak-haknya ke pengembang, yang kami tahu ada kelompok besar, seperti Summarecon, Lippo, dan Sinarmas Land," kata Ferry, dalam konferensi pers Koalisi Masyarakat Menolak Kereta Cepat di Jakarta Selatan, Rabu 10 Februari 2016. 
 
Dia menjelaskan, pihaknya yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak pembangunan kereta api cepat memandang ada hal yang tak wajar dengan dilakukannya pemancangan tiang pertama proyek tersebut. 
 
Dia mengklaim, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung juga tidak akan menguntungkan bagi kalangan menengah ke bawah. 
 
Selain itu, Ferry pesimistis, proyek yang dibiayai utang China dengan nilai sekitar Rp70 triliun itu dapat dikembalikan dengan baik oleh perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia. 
 
Dari sisi bisnis, kata dia, dengan suku bunga yang dipatok sebesar dua persen, maka BUMN akan membayar pokok dan bunganya sebanyak Rp4 triliun, dan utang ini bisa ditutupi jika penumpang mencapai 35 ribu per hari.
 
"Dengan asumsi penumpangnya hanya 25 ribu per hari, tentu kami melihat indikasi kerugian dari kereta cepat ini. Potensi kerugian ini tanggung jawab siapa? BUMN akan merugi, atau bank BUMN bisa saja nanti akan diprivatisasi, atau nanti akan dibantu bayarnya dengan PMN (penyertaan modal negara)," kata dia. 
 
"Karena kalau dari hitungan, kereta cepat ini proyek yang merugi dan sesungguhnya tidak layak. Apakah China mau menanggung bisnis yang rugi ini? ‎Makanya, saya melihat ada penguasaan aset oleh korporasi besar ini. Dana APBN (anggaran pendapatan dan belanja negara) memang tidak ada, tetapi ada beberapa perusahaan seperti Summarecon, Lippo, Sinarmas Land, yang diketahui telah mendapatkan privilage (hak penguasaan lahan) itu," kata dia. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya