Industri Logistik Protes Tarif Timbun Kontainer Naik 900%

Aktivitas Bongkar Muat Kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok.
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia serta asosiasi-asosiasi pengguna jasa pelabuhan menolak pengenaan tarif progresif penimbunan kontainer sebesar 900 persen yang mulai berlaku sejak 1 Maret 2016. 

Indonesia Akan Bangun Pusat Logistik Halal
Sebagai informasi, Kenaikan itu didasarkan pada surat keputusan direksi PT Pelindo II, Nomor HK.568/23/2/1/PI.II tentang tarif pelayanan jasa peti kemas pada terminal peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok.
 
Alasan Pengusaha RI Belum Tertarik Sponsori Rio Haryanto
Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Logistik dan Pengelolaan Rantai Pasokan Rico Rustombi, mendesak manajemen PT Pelindo II (Persero) untuk segera mencabut surat keputusan itu karena aturan tersebut hanya menimbulkan biaya logistik semakin tinggi.
 
Bakmi Kadin, Legendanya Bakmi di Jogja
Pihaknya bahkan akan mengambil langkah-langkah yang efektif dan melakukan pengaduan secara resmi kepada Presiden Jo?ko Widodo dan parlemen.
 
Protes keras itu dilayangkan setelah mendengar keluhan dan konsolidasi serta kajian mendalam dengan 15 asosiasi pengguna jasa pelabuhan?. Ke-15 asosiasi itu meliputi Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia, Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia, Asosiasi Persepatuan Indonesia, Asosiasi Pertekstilan Indonesia, Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia, Asosiasi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual, Asosiasi Pengusaha Indonesia, Gabungan Industri Elektronika,  Asosiasi Perusahaan Jalur Prioritas, Asosiasi Logistik Indonesia, Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia, Asosiasi Mebel dan Kerajinan Rotan Indonesia, dan Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium.
 
Menurut Rico, asosiasi-asosiasi telah bersepakat bahwa penerapan tarif progresif 900 persen pada hari kedua setelah kapal sandar di pelabuhan akan mengakibatkan kenaikan biaya logistik.
 
Sedangkan, pekerjaan bongkar muat peti kemas oleh Pelindo memakan waktu 4-5 jam. Rata-rata waktu kedatangan kapal pukul 10.00-11.00 malam, lewat pukul 12.00 malam sudah dikenakan tarif progresif. 
 
"Kadin tidak sepakat dengan beleid atau pengenaan tarif progresif 900 persen. Ini melukai rasa keadilan pengguna jasa di pelabuhan, karena biaya logistik jadi tinggi. Dampak pemberlakuan sudah dirasakan pengusaha," kata Rico dalam keterangannya yang diterima VIVA.co.id, Kamis 17 Maret 2016.
 
Menurutnya, tarif 900 persen dikenakan kepada pengguna jasa pelabuhan pada hari kedua tidak masuk akal. Apalagi pengenaannya tidak ada pengurangan dalam tempo tertentu. 
 
"Sebelumnya tiga hari pertama free, hari keempat dikenakan 500 persen, hari ketujuh dipungut 750 persen. Itu tidak kita ganggu, tapi sekarang menjadi hari kedua sebesar 900 persen. Belum lagi ada penalti atas penumpukan barang. Jadi sudah naik tinggi tarifnya, terus kita juga dikenakan penalti atau denda," kata Rico. 
 
Ia menegaskan, aturan ini jelas bertentangan dengan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 117/2015 tentang relokasi barang atau peti kemas di Tanjung Priok. Dalam Pasal 3, menyebutkan pemilik barang atau importir mendapat kelonggaran menumpuk barang ?di pelabuhan tiga hari. 
 
"Ini jelas tidak sinkron, dan tidak sesuai dengan arahan Pak Jokowi. Kalau tujuannya mau menurunkan dwelling time (waktu bongkar muat kapal) bukan dengan menaikkan tarif, karena malah bikin biaya logistik mahal. Dwelling time bisa turun dengan simplifikasi aturan, bangun infrastruktur dan lainnya," tegas dia.
 
Selanjutnya menurut Rico, Kadin juga memiliki data yang rinci soal biaya-biaya yang harus dikeluarkan para pelaku usaha yang bersentuhan dengan Pelabuhan Tanjung Priok. Dia menilai, aturan yang dikeluarkan Plt Dirut Pelindo II tidak bisa dipertanggungjawabkan.
 
"Jangan demi mengejar dwelling time, lantas membuat peraturan kenaikan tarif tanpa memperhatikan daya saing kita di dalam negeri. Keputusan seperti ini sangat melukai keadilan ekonomi dan bukan win-win solution," ungkap Rico
 
Baca juga:
 
Rico juga mengungkapkan, dominasi penguasaan infrastruktur pelayanan publik oleh satu perusahaan pelat merah memicu persaingan tidak sehat, termasuk di pelabuhan. Karena itu diperlukan adanya keterlibatan swasta dalam pengelolaan pelabuhan. 
 
"Kalau swasta dilibatkan, asas kompetitif bisa jalan. Kalau tidak bisa bersaing, tidak bakal dipakai jasanya. Yang diprioritaskan public service obligation (PSO), tapi Pelindo malah cari profit," ujarnya
 
Alih-alih menangani masalah dwelling time, pihaknya beranggapan Pelindo II hanya ingin mendapatkan keuntungan besar dari kebijakan yang telah diterbitkan.
 
Di tempat yang sama, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Benny Soetrisno juga mengatakan, Pelindo II telah menipu pengusaha dengan mengatas namakan seluruh pengusaha menyetujui kenaikan tarif penumpukan peti kemas di pelabuhan Tanjung Priok.
 
"Karena dikatakan dua asosiasi penyedia jasa setuju tarif naik. Masa suruh bayar mahal, mau tandatangan. Kita bisa adukan karena menipu kita sebagai pengguna," tegas Benny yang juga merupakan Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan. 
 
Dia mengaku, akibat kenaikan tarif sebesar 900 persen, pengusaha terpaksa membebankan penyesuaian harga barang atau produk lebih mahal kepada konsumen. Kondisi ini akan mengancam daya saing Indonesia. 
 
"Kalau begini, yang ada meningkatkan ketidak daya saingan kita," kata Benny. 
 
Sementara itu, CEO Cikarang Dry Port, Benny Woernardi menambahkan, saat ini tarif dasar storage peti kemas di pelabuhan Priok memang tergolong murah yakni hanya Rp 27.200 per peti kemas 20 feet dan Rp 54.400 per peti kemas 40 feet. Namun, kata dia, jika beleid tarif progresif tersebut diterapkan, tentu angkanya akan sangat fantastis. 
 
"Saya menghitung rata-rata penalti itu mencapai Rp244.800 per peti kemas per hari untuk 20 feet. Sedangkan untuk 40 feet mencapai Rp489.600 per peti kemas per hari. Angka tersebut belum termasuk biaya-biaya lainnya," keluh Benny Woernardi.
 
Menurut perwakilan Asosiasi Produsen Synthetic Fiber Indonesia, Redma Gita, merujuk sejumlah biaya-biaya tambahan. Untuk pelayanan jasa peti kemas isi, baik ekspor maupun impor sebesar antara Rp65 ribu per box – Rp75 ribu per box yang dipungut oleh pihak terminal di Pelabuhan Tanjung Priok. 
 
Lalu kata dia untuk pemindahan lokasi kontainer sekitar Rp3 juta per kontainer 40 feet dengan rinciannya biaya trucking, lift off lift on dan biaya-biaya lainnya tapi belum termasuk biaya cost recovery.
 
"Jadi bisa dibayangkan berapa mahalnya biaya yang mesti dikeluarkan para pelaku usaha. Mari kita duduk bersama untuk memecahkan permasalahan ini. Toh selama ini beleid tersebut tidak tersosialisasi dengan baik, apalagi belied ditetapkan di saat kursi Dirut Pelindo II dan otoritas pelabuhan vakum," tegasnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya