OJK: Ada Perbankan Indonesia yang Masih Egois

Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai bahwa ada unsur egois di sejumlah perbankan di Tanah Air, lantaran dalam bisnisnya beberapa perbankan lebih mementingkan aktivitas dagang untuk kepentingan sendiri (proprietary tradings) dibandingkan menjalankan perannya sebagai lembaga intermediasi.

Satgas Waspada Investasi OJK: Binary Option Diblokir, Muncul Lagi

"Hasil surveillance yang kami lakukan menunjukkan bahwa aktivitas proprietary tradings dalam pasar valuta asing yang dilakukan oleh beberapa bank, nampak lebih dominan dibandingkan peran bank-bank tersebut sebagai lembaga intermediasi," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad di hadapan peserta Association Cambiste Internationale (ACI) World Congress 2016 di Ritz Carlton Pacific Place, Jakarta, Jumat 29 April 2016.

Padahal, komitmen fungsi intermediasi perbankan sangat penting dalam membiayai sektor-sektor prioritas yang tengah dicanangkan pemerintah seperti infrastruktur yang membutuhkan pembiayaan tinggi.

Marak Investasi Ilegal, Ganjar Minta OJK Beri Edukasi Masyarakat

"Saya hanya ingin sampaikan bahwa pada waktunya, terhadap bank-bank tersebut akan kami mintakan komitmennya, agar lebih berperan aktif dalam merealisasikan fungsi intermediasi, terutama untuk membiayai berbagai sektor prioritas yang telah digadang oleh pemerintah dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan," tuturnya.

Namun, Muliaman enggan menyebutkan bank mana yang lebih mengutamakan kegiatan proprietary tradings ketimbang menjalankan fungsinya sebagai lembaga intermediasi.

Gara-gara Hal Ini, Nasabah Loyal BTN Meningkat 222 Persen

Menurutnya, sikap tersebut bertentangan dengan upaya OJK yang kini tengah mendorong industri jasa keuangan baik konvensional maupun syariah untuk mendukung pembiayaan sektor produktif seperti infrastruktur.

"Kepastian pembiayaan merupakan kunci dari berjalannya pembangunan infrastruktur. Sebab, pembangunan infrastruktur merupakan proyek jangka panjang, sehingga membutuhkan arus kas yang stabil dan dapat diprediksi," ujarnya.

Belum lama ini, Muliaman mengatakan, berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) kebutuhan investasi di sektor infrastuktur di Indonesia sampai 2019 mencapai US$419 miliar.

Total potensi pembiayaan dari perbankan, pasar modal, dan industri keuangan nonbank diperkirakan mencapai US$39 miliar, atau berkontribusi sekitar 10 persen dari total kebutuhan investasi di sektor infrastruktur. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya