Aturan KPPU Bingungkan Pengusaha Waralaba

VIVAnews - Keputusan Komisi Pengawas Persaingan Nomor 57/KPPU/Kep/III/2009 yang merupakan pedoman larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat terhadap perjanjian yang berkaitan dengan waralaba menuai kritik pedas dari pengusaha waralaba. 

Aturan tersebut termasuk dalam pedoman pelaksanaan pasal 50 huruf b tentang pengecualian penerapan Undang-undang Nomor 5 tahun 1999.

Ketua Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukendar menyatakan, aturan tersebut justru tidak melindungi waralaba lokal. "Aplikasinya perlu hati-hati. Waralaba lokal harusnya dilindungi, bukan dituduh monopoli," kata Anang usai Seminar Persaingan Usaha di Hotel Borobudur Jakarta, Senin, 27 Juli 2009.

Padahal, dia menambahkan, waralaba-waralaba lokal tersebut telah menggerakkan aktivitas ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. 

Anang mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam penyusunan Peraturan Komisi tersebut. "Sebelum dikeluarkan Peraturan Komisi, setiap stakeholder harusnya dilibatkan," katanya.

Pengusaha waralaba membantah jika penetapan harga dalam franchise termasuk dalam praktik monopoli. "Recomended price bukan bersifat monopoli karena masalah harga yang lebih paham si franchisornya bukan franchiseenya," ujarnya. Selain itu, dalam penetapan harga, perhitungan harga pokok selalu diinformasikan.

Karenanya, Anang meminta Peraturan Komisi tersebut direvisi, minimal diimplementasikan dengan hati-hati. Selain itu, menurut dia, penetapan aturan juga mesti selektif mengingat saat ini hanya 100 waralaba yang layak disebut waralaba mayoritas, sementara sisanya masih Business Opportunity.

Soal dugaan monopoli atas pasokan barang atau jasa, Anang mengatakan kemitraan dengan pasokan itu semata pola untuk menjaga karakteristik usaha dan menjaga kualitas. "Harus hati-hati diterapkan karena pasokan tersebut untuk mempertahankan identitas reputasi waralaba," katanya.

Permintaan untuk merevisi Perkom juga diperkuat oleh Senior Franchise Consultant Utomo Njoto. "Peraturan Komisi perlu direvisi karena multi tafsir, terutama dalam klausul harga yang direkomendasikan," ujarnya.

Menurut Utomo, harga di semua gerai waralaba tidak harus sama tapi bukan hal yang mengikat. "Selanjutnya, Perkom ini bisa menimbulkan masalah ketika diimplementasikan di lapangan," kata dia.

Ketua KPPU Benny Pasaribu menyatakan, pada dasarnya usaha waralaba sarat dengan praktik monopoli. "Mereka (pewaralaba) merekrut yang ikut dengan sesukanya yang kemudian hak waralaba seperti McDonald's menjadi bisnis yang besar dengan jaringan internasional," katanya.

Penerbitan Peraturan Komisi tersebut didasarkan pada pertimbangan KPPU yang melihat waralaba harus dikhususkan, mengingat ada karakteristik perjanjian yang terkait dengan waralaba yang dapat menjadi indikasi adanya praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

"Ada kekhususan tertentu misal kewajiban pasokan bahan baku dari pewaralaba ke terwaralaba," ujar Anggota Komisioner KPPU Sukarmi.

KPPU, dia menambahkan, memahami bahwa waralaba memiliki kekhasan usaha dibanding sektor usaha lainnya. Misal, dalam pasal 9 PP Nomor 42 tahun 2007 disebutkan bahwa pemberi waralaba dan penerima waralaba mengutamakan penggunaan barang dan atau jasa hasil produksi dalam negeri sepanjang memenuhi standar mutu barang atau jasa yang ditetapkan secara tertulis oleh pemberi waralaba.

"KPPU juga akan menerapkan hati-hati peraturan komisi ini, mengingat ada keharusan juga memperbesar waralaba terutama di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah," katanya.

Sukarmi menuturkan beberapa kriteria waralaba yang umumnya sering muncul dalam perjanjian waralaba adalah penetapan harga, persyaratan untuk membeli pasokan dari pemberi waralaba atau pihak tertentu, persyaratan untuk membeli barang jasa pemberi waralaba. "Namun kami minta soal pasokan barang jasa tidak dikhususkan namun juga diberikan kesempatan kepada distributor lain," ujarnya.

KPPU menilai penerima waralaba sebagai pelaku usaha mandiri sesungguhnya memiliki kebebasan untuk menetapkan harga jual barang atau jasa yang didapatnya dari pemberi waralaba.

Sukarmi menegaskan, dari perpektif persaingan usaha, penetapan harga jual dalam waralaba dilarang karena akan menghilangkan persaingan harga antar penerima waralaba. "Namun, pemberi waralaba diperbolehkan membuat rekomendasi harga jual kepada penerima waralaba sepanjang harga jual tersebut tidak mengikat," katanya.

Meski demikian, KPPU meminta pelaku usaha tidak khawatir. "Kami hanya meminta tidak mencekik pewaralaba terhadap pasokan ketika di tempat lain ada barang lebih murah, kami belajar dari trading term yang diterapkan Carrefour ke pemasok," ujar Sukarmi. hadi.suprapto@vivanews.com

Drama Penalti Diulang Justin Hubner hingga Penalti Gagal Bikin Deg-degan Suporter Timnas
Anak kucing

5 Tips Merawat Kucing Peliharaan Agar Tetap Sehat dan Terhindar dari Penyakit

Merawat kucing menjadi tanggung jawab yang besar bagi setiap pemiliknya. Kesehatan dan kesejahteraan hewan peliharaan kita menjadi prioritas utama. Berikut ini tipsnya.

img_title
VIVA.co.id
26 April 2024