The Fed Tahan Suku Bunga, AS Kembali Terancam Resesi  

Banyak perusahaan dan toko tutup saat resesi terjadi
Sumber :
  • REUTERS/John Kolesidis

VIVA.co.id – Langkah Bank Sentral Amerika Serikat, atau The Fed yang tidak menaikkan tingkat suku bunganya, dinilai dapat menyebabkan AS masuk pada resesi ekonomi berikutnya. Hal tersebut, disampaikan oleh Fed Robert Heller, mantan gubernur The Fed seperti dilansir CNBC, pada Kamis 16 Juni 2016. 

Harga Emas Hari Ini 24 Januari 2022: Global Bervariasi, Antam Turun

"Ada skenario yang sangat berbahaya dalam membangun kembali AS, di tengah situasi suku bunga yang sangat rendah dan terjadi begitu lama," kata Heller, yang pernah berada di Dewan Gubernur The Fed sejak 1986-1989.

Peringatan yang disampaikan Heller tersebut, muncul setelah Rapat Dewan Gubernur (RDG) The Fed pada Rabu 15 Juni 2016 lalu, mengambil keputusan untuk mempertahankan suku bunga acuannya di level 0,25-0,50 persen bulan ini. Bahkan, dalam pernyataannya The Fed memungkinkan hanya menaikkan suku bunga satu kali pada tahun ini.

Jangan Cemaskan Resesi, tapi Takutlah Jika Terjadi Depresi Ekonomi

Menurut Heller, dengan menahan suku bunga acuan tetap rendah, maka ke depan akan meningkatkan risiko pada pengembalian investasi. Ketika itu terjadi, maka perusahaan akan kehabisan uang dan tidak bisa memenuhi kewajibannya, sehingga memicu penurunan besar berikutnya di AS.

"Dana pensiun dan perusahaan asuransi, cepat atau lambat akan memiliki waktu yang sangat sulit memenuhi kewajiban mereka dan itu akan jelas memicu resesi berikutnya," katanya.

AS, Singapura, hingga Jerman Resesi, Bagaimana Ekonomi Indonesia

Perlu diketahui, ekonomi AS terakhir memasuki resesi cukup panjang, diawali pada Desember 2007 lalu, resesi terjadi setelah adanya bubble (gelembung) terhadap pasar properti dan mengarah ke krisis keuangan global, yang kemudian menjadi resesi paling besar dan berakhir pada 2009. Hal itu menjadikan resesi terpanjang AS, sejak perang dunia II. 

Haller menambahkan, langkah The Fed yang hanya menjadikan data tenaga kerja yang lemah sebagai bahan penentu kebijakan suku bunga, juga dinilai kurang tepat. Sebab, data satu bulanan itu bukan menentukan kondisi ekonom buruk, tetapi perlu juga melihat data lain, seperti investasi yang turun sedikit dan konsumsi tetap berjalan baik.

"Konsumen melakukan dengan sangat baik, otomotis penjualan berada pada tingkat yang sangat tinggi. Perumahan juga berkinerja sangat baik dan belanja konsumen secara keseluruhan sangat baik. Di luar AS, juga tidak banyak berubah," ujar dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya