Suku Bunga Rendah Bukan 'Obat' Atasi Perlambatan Ekonomi

ilustrasi suku bunga
Sumber :
  • Adri Prastowo

VIVA.co.id – Pelonggaran kebijakan moneter yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dalam beberapa bulan terakhir nyatanya belum terlalu direspons oleh perbankan nasional, dengan menurunkan tingkat suku bunga kredit. Padahal, penurunan kredit tentu bisa menjadi stimulus tersendiri untuk mendongkrak perekonomian.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

Ekonom PT Bank Pertama Tbk Josua Pardede menilai, penurunan suku bunga kredit perbankan bukan menjadi satu-satunya motor penggerak yang bisa diandalkan untuk mendorong laju perekonomian nasional. Sebab, permintaan kredit sampai saat ini pun tercatat masih mengalami perlambatan.

“Suku bunga rendah bukan salah satu obat untuk mengatasi perlambatan ekonomi,” kata Josua saat berbincang dengan VIVA.co.id, Minggu ,19 Juni 2016.

BPS: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di 2021 Capai 3,69 Persen

Jika berkaca dari kebijakan bank sentral Eropa dan Jepang, Josua mengatakan, tingkat konsumsi masyarakat di kedua negara yang ingin digenjot melalui penerapan kebijakan suku bunga negatif pun belum teroptimalisasi dengan baik.

Dalam kondisi perekonomian yang normal, menurut dia penurunan BI Rate tentu akan mendorong peningkatan daya beli masyarakat, dan otomatis akan memengaruhi permintaan kredit perbankan. Namun, belum membaiknya kondisi ekonomi global nyatanya memberikan andil tersendiri.

BI Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi RI 2022 Maksimal 5,5 Persen

“Selama sisi permintaan masih lemah, penurunan suku bunga (kredit) bukan satu-satunya jalan untuk mendorong daya beli masyarakat,” katanya.

Bauran bank sentral yang kembali menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6,5 persen, serta langkah relaksasi kebijakan makro prudensial dengan melonggarkan ketentuan Loan To Value dianggap murni untuk mendongkrak pertumbuhan kredit nasional.

“Pelonggaran kebijakan moneter ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi saat ini masih menjadi fokus BI yang sebelumnya fokus pada stabilisasi harga dan inflasi,” tutur dia.

Namun Josua menegaskan, rangkaian pelonggaran yang dilakukan otoritas moneter tak serta merta mampu berjalan efektif. Dalam hal ini, kebijakan fiskal pemerintah pun memegang peran penting untuk mengoptimalisasi bauran kebijakan yang sudah di keluarkan bank sentral.

“Perlu dikombinasikan dengan stimulus fiskal, supaya policy mix dari moneter dan fiskal lebih optimal. Sehingga daya beli masyarakatnya membaik,” ungkap Josua.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya