Mitos 'Nyi Roro Kidul' Bikin Tangkapan Ikan di Yogya Rendah

Ilustrasi nelayan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah

VIVA.co.id – Laut selatan Yogyakarta, mempunyai potensi ikan mencapai 95 ribu hingga 100 ribu ton per tahun. Namun, sejauh ini kekayaan laut tersebut baru dapat dimanfaatkan oleh nelayan hanya 6.000 ton per tahun.

51 Nelayan asal Aceh Bebas, Dapat Pengampunan Raja Thailand

Kepala Kelautan dan Perikanan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sigit Sapto Rahardjo mengatakan, masih rendahnya potensi ikan yang ditangkap oleh nelayan, tak lepas adanya mitos laut selatan angker, karena ditunggu oleh seorang ratu, yaitu Nyi Roro Kidul.

Namun, setelah adanya program 'among tani dagang layar', mitos itu berangsur hilang. Para nelayan tidak takut lagi akan mitos itu.

Jaga Muruah Nelayan Indonesia dengan Melek Teknologi

"Memang, laut yang angker dan ditunggu oleh Nyi Roro Kidul beberapa tahun silam menjadi faktor nelayan enggan melaut di Pantai Selatan Yogya," katanya di Yogyakarta, Rabu 31 Agustus 2016.

Faktor lain, kata Sigit, adalah sumber daya para nelayan Yogyakarta yang masih sangat kurang. Mereka masih jauh di bawah profesional. Nelayan dari daerah lain, justru mengeruk ikan lebih banyak, seperti nelayan dari Cilacap, Pacitan, dan daerah pesisir selatan lainnya.

Menteri Edhy: Buat Apa Ada KKP, Kalau Nelayan Tidak Diurus

Sedangkan alat tangkap para nelayan pun, masih jauh dibandingkan nelayan lain. Para nelayan di Yogyakarta, yang jumlahnya sekitar 3.000 orang masih mengandalkan kapal kecil di bawah 30 gross ton. Bahkan, menggunakan perahu tempel (jukung), yang dalam semalaman hanya bisa mengangkut tidak lebih dari 100 kilogram ikan tangkap.

"Memang, laut itu bukan saja milik masyarakat Yogya, sehingga justru dinikmati nelayan luar Yogya. Namun, kini nelayan Yogya, banyak yang ikut pelatihan penangkapan ikan, sehingga ada pengalaman untuk turun melaut," ucapnya.

Jenis ikan di laut selatan sedikitnya ada 500 macam. Termasuk, ikan-ikan berukuran raksasa seperti hiu tutul maupun ikan paus.

Untuk meningkatkan hasil ikan tangkap, kata Sigit, jika ada bantuan kapal yang besar, sebaiknya diserahkan ke pemerintah daerah. Para petani bisa menggunakan dengan sistem pinjam. "Izin nelayan jangan dipersulit," kata dia.

Para nelayan di laut Selatan, bukanlah keturunan pelaut, sehingga mereka mencari ikan hanya one day trip. Dalam sehari, atau semalam mereka melaut, lalu ingin kumpul keluarga. Berbeda dengan nelayan di daerah lain.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, KPH Haryo Wironegoro, menyatakan baru sepuluh persen, atau kurang potensi ikan laut Selatan yang ditangkap. Pihaknya membantu program nelayan dengan menetapkan zonasi dan tata ruang wilayah. Wilayah konservasi, wilayah wisata, budi daya air payau, wilayah tempat pelelangan ikan, dan lain-lain.

"Kami beri pelatihan, beri infrastruktur juga membuat kader nelayan dari anak-anak mereka," kata dia.

Ia menyatakan, masalah utama yang harus segera diubah adalah pola pikir masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta dari agraris ke maritim. Itu sesuai dengan konsep 'among tani dagang layar'. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya