Bursa Wall Street Tertekan, Apa Penyebabnya?

Pialang saham di Bursa Wall Street.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id – Bursa saham Wall Street Amerika Serikat (AS) anjlok pada Kamis atau Jumat dinihari WIB. Teknologi informasi menjadi sektor dengan penurunan terdalam di antara tujuh sektor lainnya. Sedangkan sektor energi menjadi sektor dengan kenaikan terbesar.

Antisipasi Dampak Konflik Palestina-Israel, Pemerintah Kaji Harga Pertalite Sesuai Jenis Kendaraan

Saham Apple, menjadi pemicunya setelah produk terbaru dari iPhone gagal dan tidak mampu membuat pasar terangkat.  

Dilansir dari Reuters, Jumat, 9 September 2016, indeks saham Nasdaq jatuh setelah empat hari meraih keuntungan, akibat penurunan saham Apple (AAPL.O) yang jatuh 2,6 persen menjadi US$105,52.

SKK Migas Pantau Ketat Dampak Konflik Hamas-Israel ke Sektor Hulu Migas Indonesia

Indek saham Dow Jones industrial average turun 46,23 poin, atau 0,25 persen menjadi 18.479,91, S & P 500 kehilangan 4,86 poin, atau 0,22 persen menuju 2.181.3 dan Nasdaq Composite .IXIC turun 24,44 poin, atau 0,46 persen menjadi 5.259,48.

Saham  S & P 500 sektor teknologi informasi  turun 0,9 persen dan memimpin kerugian, sedangkan indeks S & P energi .SPNY naik 1,7 persen menyusul kenaikan tajam harga minyak.

Harga Minyak Dunia Mulai Mendidih Akibat Perang Israel Vs Hamas

Saham AS telah diperdagangkan dalam kisaran ketat dalam beberapa bulan terakhir karena investor mencoba untuk menilai prospek suku bunga AS dan kesehatan ekonomi AS.

"Orang-orang bertanya-tanya kapan the Fed akan bergerak lagi," kata John Carey, Manajer Portofolio Pioneer Investment Management di Boston.

Data ekonomi AS yang lemah baru-baru ini telah menggarisbawahi pandangan Federal Reserve mungkin menunda menaikkan suku bunga pada pertemuan yang akan diselenggarakan September. 

Bank Sentral Eropa mempertahankan suku bunga stabil, seperti yang diharapkan, Kamis. Sekitar 6,8 miliar saham diperjualbelikan di bursa AS, di atas 6,0 miliar rata-rata harian selama 20 hari perdagangan terakhir, menurut data Thomson Reuters.

(mus)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya