Pertamax dan Pertalite Makin Beken, Nozzle Premium Dikurangi

BBM Pertalite di SPBU Abdul Muis Jakarta.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas (Hiswana Migas) mengatakan, penambahan jumlah nozzle untuk pertalite dan pertamax menjadi suatu keharusan yang dilakukan pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) saat ini.  

Harga Pertalite di Kota Sorong Papua Tembus Rp30.000 Perliter

Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah Hiswana Migas Wilayah Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, Syarief Hidayat, mengungkapkan, hal itu dilakukan guna merespons  peningkatan konsumsi yang signifikan dari kedua jenis bahan bakar minyak (BBM) tersebut. Dan untuk memberikan layanan yang maksimal terhadap konsumen. 

"Peningkatan penjualan pertalilte dan pertamax tentunya membuat SPBU harus menyediakan space yang lebih luas kepada konsumen. Kami tidak mungkin membiarkan konsumen harus antre untuk mendapatkan BBM dengan kualitas yang lebih baik," ujar Syarief dikutip dari keterangan resminya, Selasa 13 September 2016. 

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Syarief menjabarkan, seiring perubahan pola konsumsi BBM di masyarakat, para pengusaha SPBU kini melakukan perubahan jumlah nozzle. Jika sebelumnya 70 persen nozzle untuk premium dan sisanya 30 persen nozzle bahan bakar khusus (BBK), pertalite dan pertamax series, saat ini telah diubah menjadi 60 persen nozzle untuk BBK dan 40 persen untuk premium.

"Inisiatif dari kami para pengusaha SPBU setelah melihat animo masyarakat terhadap pertalite dan pertamax. Ini kami diskusikan dengan Pertamina dan disetujui," ungkapnya. 

Isi Garasi Bikin Minder, Sampai Harga Pertalite akan Setara Premium

Data penyaluran BBM pada periode Agustus 2016 yang dirilis PT Pertamina menunjukkan, pertalite saat ini telah mengambil porsi sebesar 20,5 persen dari total konsumsi BBM dengan capaian sebesar 20 ribu kiloliter (kl) per hari atau naik 462 persen dari konsumsi Januari 2016 sebanyak 4.500 kl.

Kenaikan konsumsi juga dialami pertamax, mencapai 15,8 persen dengan penyerapan sekitar 15 ribu kl per hari atau naik 226 persen dari konsumsi pada Januari 2016 yakni 5.000 kl. Sementara itu, penyaluran BBM jenis premium turun 13 persen dari 70 ribu kl per hari pada awal 2016 menjadi 56 ribu kl atau 63,4 persen dari total konsumsi BBM.

Sejak pertalite diluncurkan tahun lalu, ungkap Syarief, penurunan konsumsi premium memang dirasakan, khususnya mulai tahun ini. Selain faktor harga, pemahaman masyarakat bahwa premium dengan research octane number (RON) 88 bukanlah BBM yang sesuai dengan kondisi kendaraan saat ini. 

Menurut Syarief, saat ini penjualan pertalite stabil dan justru terjadi peningkatan pada penjualan pertamax, termasuk penjualan pertamax turbo yang baru diluncurkan Pertamina untuk menggantikan pertamax plus. 

"Dengan harga yang sama dengan pertamax plus, konsumen diuntungkan karena mendapat produk yang kualitasnya lebih tinggi. RON pertamax turbo kan 98, sedangkan pertamax turbo 95," kata dia.

Kepala Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas, Andy Noorsaman Soomeng berpendapat hal yang sama. Kini menurutnya, masyarakat sudah lebih mengerti bahan bakar mana yang efisien dan ramah lingkungan sehingga performa mesin kendaraan tetap terjaga baik dan lingkungan juga kurang tercemar. 

Dengan sedikit harga lebih tinggi tetapi terjangkau akan mendapat manfaat yang lebih banyak, masyarakat tetap akan memilih itu. 

"Jadi ini adalah saat yang tepat untuk bergeser ke BBM yang berkualitas lebih baik, efisien dan ramah lingkungan," kata dia.

Menurut Syarief, seiring dengan tren konsumsi masyarakat yang lebih memilih pertalite dan pertamax, langkah tepat apabila dilakukan pengurangan pasokan premium. Bukan dengan tujuan mengurangi beban subsidi pemerintah, namun untuk mendorong masyarakat menggunakan BBM yang lebih baik.

"Pemerintah juga harus menetapkan rencana yang jelas sehubungan dengan konsumsi energi ke depan. Apalagi  kualitas BBM dengan RON 88 sudah tidak layak untuk mesin kendaraan saat ini," tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya