Buruh Nilai Pengemplang Pajak Tak Layak Diampuni Negara

Buruh berdemo di depan Istana Merdeka
Sumber :
  • VIVA.co.id/Moh Nadlir

VIVA.co.id – Usai sidang pleno pertama gugatan Undang-undang Pengampunan Pajak, atau Tax Amnesty di Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini, advokat penggugat gabungan serikat buruh, Eggy Sudjana mengatakan, pihaknya mengaku kurang puas dengan jawaban dari pihak pemerintah dan parlemen.

Pertanyakan Program Tax Amnesty, Mahfud MD: Enggak Jelas Hasilnya!

Sebab, menurutnya, ada sejumlah hal prinsipil yang justru tidak mendapatkan respons dari pemerintah, maupun dari perwakilan Komisi XI DPR RI tersebut.

"Dari persidangan sekarang di mana kita sudah menjadi saksi, ada persoalan prinsipil yang kita persoalkan, tetapi tidak dijawab oleh pemerintah," kata Eggy di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa 20 September 2016.

Kemenkeu Tegaskan Tidak Akan Ada Program Pengampunan Pajak Lagi

Eggy mengaku pihaknya mempertanyakan mengenai perbandingan ketaatan pajak dari kaum buruh, berbanding upaya pengemplangan pajak oleh sejumlah pengusaha yang justru diampuni oleh negara.

"Mengenai taat bayar pajaknya dari para buruh, di mana mereka selalu pasti bayar pajak, karena upah mereka selalu dipotong sebelum dibayarkan. Tetapi, si pengusaha yang mengemplang pajak justru diampuni. Itu kan tidak benar," ujarnya.

DJP Tegaskan Tax Amnesty Jilid II Ditegaskan Tak Langgar Aturan Pajak

Selain itu, Eggy juga mempersoalkan argumentasi dari pihak pemerintah, yang pada saat sidang mengatakan jika kebijakan mengenai tax amnesty ini sudah cukup berhasil diterapkan di sejumlah negara lain.

Dia menyebut, perbandingan Indonesia dengan negara-negara tersebut dalam hal penerapan tax amnesty tidak bisa sama rata, karena Indonesia memiliki UUD 1945 yang tidak boleh dikesampingkan begitu saja.

"Soal perbandingan yang ada di Jerman, Italia, Kolombia, pemerintah tidak menjawab, apakah di Jerman sana berlaku UUD '45?," kata Eggy.

"Saya pikir, ini cara logika yang tidak sebanding dalam memperlakukan sesuatu. Sehingga, ini kan tidak sebanding untuk dikaji dalam judicial review ini," jelas dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya