Cerita BI Sempat Dibuat 'Galau' The Fed

Deputi Gubernur Senior BI, Mirza Adityaswara (kiri)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA.co.id – Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara, menceritakan, pada 2013, Bank Sentral sempat dilanda “kegalauan” dalam menentukan arah kebijakan moneter merespons gonjang ganjing kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (The Fed). Pada waktu itu, BI lebih memilih untuk memperketat kebijakan moneternya.

Rupiah Amblas ke Rp 16.270 per Dolar AS Pagi Ini

"Pada tahun 2013, kami tidak punya ruang (melonggarkan kebijakan moneter)," jelas Mirza, dalam sambutannya di seminar bertajuk 'Seberapa Jauh Dampak Paket Kebijakan Ekonomi?' di gedung BI, Jakarta, Kamis 6 Oktober 2016.

Di saat yang bersamaan, kata Mirza, beberapa indikator perekonomian seperti laju inflasi, aktivitas perdagangan Indonesia pun masih dalam tekanan. Melihat situasi tersebut, Bank Sentral tidak bisa begitu saja memberikan stimulus kepada perekonomian dengan melonggarkan kebijakan moneter.

Erick Imbau BUMN Beli Dolar AS Besar-besaran, Menko Perekonomian hingga Wamenkeu Bilang Gini 

"Saat itu kalau kami longgarkan, situasi bisa tambah goyang. Antara keinginan dan kenyataan tidak bisa. Ingin (melonggarkan), tapi tidak bisa karena situasinya bisa tambah jelek," ungkapnya.

Namun Mirza mengakui, arah kebijakan The Fed mulai terbaca oleh berbagai negara. Hal tersebutlah yang membuat tekanan pada Rupiah dan laju inflasi mulai terkendali. Aktivitas perdagangan Indonesia pun menunjukkan perbaikan. 

Rupiah Mulai Menguat ke Level Rp 16.172 per Dolar AS

"Jadi ketika sudah mulai bisa diprediksi, BI akhirnya punya ruang di akhir 2015. Kami bisa longgarkan GWM (Giro Wajib Minimum), dan BI sudah reformulasi suku bunga dari BI Rate menjadi Seven Days Reverse Repo Rate dengan bunga lima persen," katanya.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.

Hasil Uji Ketahanan OJK: Perbankan Masih Bisa Mitigasi Pelemahan Rupiah

OJK menilai bahwa risiko yang dihadapi industri perbankan nasional akibat penguatan dolar Amerika Serikat (AS) beberapa waktu ini masih dapat dimitigasi dengan baik.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024