Harga Gas untuk Industri Diturunkan Mulai Januari 2017

Ilustrasi gas bumi
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Pemerintah, melalui Kementerian Perindustrian, memastikan awal 2017 mendatang harga gas bagi industri turun di bawah US$6 per million metric biritsh thermal unit (MMBTU). Penurunan harga gas ini  sesuai keinginan Presiden Joko Widodo.

Kebijakan Harga Gas Diharapkan Dukung Keberlanjutan Industri Migas Nasional

"Insya Allah mulai 1 Januari 2017," ungkap Direktur Industri Kimia Dasar dari Kemenperin, Muhammad Khayam, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu 9 Oktober 2016.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, beberapa waktu yang lalu mengungkapkan bahwa pemerintah saat ini tengah berupaya untuk menurunkan harga gas bagi industri melalui efisiensi belanja modal dan operasional.

Kebijakan Harga Gas Murah untuk Industri Dievaluasi Pemerintah

Pemerintah bersama para pemangku kepentingan terkait, kata Darmin, masih membutuhkan waktu setidaknya dua bulan untuk kembali mengevaluasi efektivitas dari efisinsi belanja modal dan operasional kontraktor minyak dan gas, yang saat ini tengah digenjot.

Khayam memastikan, penurunan harga gas nantinya akan tetap mengacu pada kondisi keekonomian tiap lapangan minyak dan gas yang tersebar di Indonesia. Artinya, penurunan harga gas akan tetap menyesuaikan kondisi lapangan minyak dan gas yang ada.

Implementasi Penetapan Harga Gas untuk Industri Dinilai Tidak Efektif, Pemerintah Diminta Evaluasi

"Kami mengacu ke lapangan per lapangan. Kami hargai KKLS (Kontraktor Kerja Sama) agar tetap eksis, tidak boleh mereka rugi," tegasnya.

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR, Satya Yudha, mengungkapkan, apabila harga gas di tetapkan pada kisaran tertentu, maka mau tidak mau pemerintah harus kembali mengubah kembali kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract) dengan kontraktor.

Artinya, pemerintah harus mengubah porsi bagi hasil yang didapatkan bersama kontraktor. Sampai saat ini, porsi bagi hasil yang diterima pemerintah sebesar 70 persen. Sementara 30 persen sisanya, diberikan kepada kontraktor.

"(PSC) harus diotak atik, karena sudah tidak bisa lagi menggunakan profit split yang lama," kata Satya.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya