Belajar dari Ayah, Keramik Bregas Tembus Pasar Amerika

Kerajinan keramik karya Bregas Harrimardoyo
Sumber :
  • VIVA.co.id/Shintaloka Pradita Sicca

VIVA.co.id – Pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya sangat tepat untuk menggambarkan bakat seni kerajinan keramik  Bregas Harrimardoyo. Sejak kecil Bregas sudah sangat familiar dengan kerajinan keramik karena ayahnya adalah perajin keramik senior yang telah mendirikan studio keramik Pekunden Pottery pada 1987.

Kembangkan Bisnis Petani, Pria Ini Ubah Kopi Jadi Karya Seni

Bregas pun mewarisi bakat ayahnya terhadap kerajinan keramik. Sejak kecil, ia sudah mencontoh ayahnya dan belajar membuat keramik.

"Ketertarikan karena saya melihatnya beraktivitas di studio keramik tiap hari sejak kecil. Saya sudah belajar sekitar umur 5-7 tahun, mulai serius belajar setelah lulus SMA," ungkapnya kepada VIVA.co.id, Minggu, 23 Oktober 2016.

Kisah Srikandi RI yang Sukses Kelola Bisnis Budidaya Udang

Sering melihat aktivitas sang ayah, dirinya pun merasa tertantang dan tertarik untuk berkarya serupa dengan ayahnya. Saat ini sudah 16 tahun Bregas mendalami kerajinan keramik dan meneruskan warisan ilmu seni ayahnya.

Bregas menjadi generasi kedua yang menjaga eksistensi keramik Pekunden Pottery. "Di Pekunden Pottery punya ciri khas sendiri. Corak Indonesia di atas sebuah keramik yang bentuknya sederhana, itu yang berusaha kami tonjolkan," ujarnya.

Beri Pinjaman Rp50 Miliar, eFishery Bantu Petani Lewati COVID-19

Keramik menurutnya adalah kanvas untuk menorehkan nuansa Indonesia. Kanvasnya pun tidak perlu rumit, cukup sederhana saja. "Jadi, pengembangan corak budaya dari seluruh Indonesia bisa kita taruh di permukaan keramik. Itu ciri khas kita," tuturnya.

Hasil karya keramik Pukenden Pottery dijual dengan variasi harga antara Rp40 ribu-Rp5 juta. Ia menyebutkan 95 persen pembelinya adalah ekspatriat.

Bahkan produksinya beberapa telah masuk ke galeri-galeri kecil internasional, seperti Portland, Oregon, Amerika Serikat.

"Jadi ekspornya dalam bentuk itu, bukan dalam kuantitas besar. Omzetnya sendiri sangat tidak menentu, tergantung kegiatan (pameran)," jelasnya.

Ia mengatakan, dibanding masuk ke pasar internasional, lebih sulit untuk menembus pasar lokal.

"Sangat sulit mendapatkan pasar lokal dibanding internasional. Orang asing itu kalau liat karya kerajinan Indonesia begitu sudah diceritakan sedikit mereka pasti akan tertarik. Kalau orang lokal tarafnya cukup tahu aja, udah gitu aja," ungkapnya.

Baginya menjaga eksistensi di pasar lokal adalah tantangan karena saat ini pangsa pasar lokal yang mampu ditembusnya baru berkisar lima persen.

"Jadi PR (pekerjaan rumah) buat kita bagaimana cari cara untuk meningkatkan ketertarikan pasar lokal dengan kerajinan Indonesia," ucapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya