Premium Makin Ditinggalkan Konsumen, Ini Alasannya

Ilustrasi/Pengisian bahan bakar minyak (BBM)
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Pilihan bahan bakar minyak (BBM) berkualitas yang variatif dan selisih harga jual yang tidak terlalu jauh membuat konsumsi Premium terus menurun. Apalagi kesadaran masyarakat terhadap kualitas BBM dan pengaruhnya terhadap kinerja mesin makin tinggi.

Harga Pertalite di Kota Sorong Papua Tembus Rp30.000 Perliter

"Mesin-mesin baru memberi respons kinerja yang lebih baik pada gasoline beroktan lebih tinggi," kata Komisoner Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), Ibrahim Hasyim, dikutip dari keterangan resminya, Selasa 25 oktober 2016. 

Harga Premium yang saat ini diatur pemerintah hingga akhir 2016 dibanderol senilai Rp6.450-Rp6.550 per liter untuk wilayah di luar Jawa, Madura dan Bali (Jamali) dan Jamali. Sedangkan, harga Pertalite yang dijual PT Pertamina dibanderol Rp6.900 per liter dan Pertamax Rp7.350 per liter, artinya selisihnya tidak jauh.  

Cek Fakta: Pertamina akan Hapus Premium dan Pertalite

Menurut Ibrahim, Premium juga tidak lagi disubsidi pemerintah sehingga tidak lagi berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jika saat ini ada yang beli Premium karena memang harganya masih lebih murah.

"Bisa juga karena ketersediaannya yang lebih luas di seluruh NKRI. Di wilayah tertentu nelayan juga pakai Premium," kata dia.

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Meski demikian Ibrahim berpendapat perilaku masyarakat saat ini tidak begitu lagi sensitif terhadap harga, sebab harga minyak sedang jatuh. Masyarakat lebih memperhatikan mutu BBM dan dampaknya terhadap kinerja mesin. 

Hal ini bisa dilihat dari perilaku pengguna sepeda motor yang kebanyakan telah menggunakan BBM beroktannya lebih tinggi, seperti pertamax dengan kadar oktan (research octane number/RON) 92, pertalite RON 90. 

"Tuntutan teknologi ke depan secara perlahan memang akan mendorong masyarakat untuk memilih gasoline dengan RON 90, 92 dan 95 dan perlahan meninggalkan premium dengan RON 88," tambahnya.

Berdasarkan data Pertamina hingga 20 September 2016 konsumsi premium makin menyusut. Dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan, konsumsi premium tercatat turun 28,75 persen. Sebaliknya, konsumsi BBM berkualitas, seperti pertalite, dan pertamax series makin membesar. Bahkan, konsumsi harian pertalite dari 1 hingga 20 September 2016 telah melonjak 282 persen dibanding konsumsi pada semester I 2016.

Sementara itu, rata-rata konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis premium hingga 20 September 2016 hanya 50 ribu kiloliter (KL) per hari, turun 28,75 persen dibanding rata-rata konsumsi sepanjang semester I 2016 sebesar 70.183 KL per hari.

Di sisi lain, pertamax series yaitu pertamax, pertamax plus, dan pertamax turbo, konsumsinya terus meningkat. Jika pada pada semester I, konsumsi rata-rata Pertamax series 9.626 KL per hari, hingga 20 September rata-rata konsumsi naik jadi 15.682 KL per hari.

Pertamina meminta pemerintah untuk menentukan rencana konkret penyaluran premium yang konsumsinya terus turun. "Kami sudah memberi data kepada pemerintah.   Harus jelas peruntukkan premium," kata Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu mengatakan, tren penurunan premium merupakan positif karena produknya juga tidak disubsidi. 

Pilihan masyarakat yang beralih mengonsumsi pertalite merupakan langkah bijak karena dengan kualitas yang lebih baik, bisa diperoleh dengan biaya yang berbeda tipis dengan premium. 

"Secara perlahan premium memang harus dikurangi peredarannya, tapi itu memang perlu keputusan politis kendati sesungguhnya premium itu tidak lagi disubsidi," singkatnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya