Proyek Infrastruktur Pemerintah Bisa Dongkrak Perbankan

Para pekerja sibuk di suatu lokasi proyek infrastruktur di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • REUTERS/Garry Lotulung

VIVA.co.id – Otoritas Jasa Keuangan mengaku optimistis industri perbankan tetap menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi di 2017 meski pertumbuhan kredit belum menunjukkan perbaikan. Keyakinan tersebut didorong oleh program pembangunan infrastruktur pemerintah.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

Menurut Deputi Komisioner Pengawas Perbankan II OJK, Budi Armanto, proyek-proyek infrastruktur bisa mendongkrak bisnis perbankan dari sisi penyaluran kredit. Sebab, proyek pengembangan infrastruktur oleh pemerintah membutuhkan dukungan layanan perbankan (financing).

Ditambah, lanjutnya, kondisi perbankan saat ini juga masih dinilai baik, terutama dengan semakin tebalnya permodalan untuk mengantisipasi berbagai risiko yang ada.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

“Kondisi perbankan relatif baik dengan arah positif terlihat dari meningkatnya Banking Condition Indicator, ditopang oleh kenaikan CAR (rasio kecukupan modal)," tutur Budi dalam Seminar Nasional Infobank Outlook 2017 di Jakarta, Kamis, 27 Oktober 2016.

Selain itu, harga saham sektor keuangan juga masih positif. Artinya, masyarakat khususnya investor masih tetap percaya pada bisnis industri perbankan. Profitabilitas perbankan yang cukup tinggi sangat menarik bagi investor.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

Kemudian, suku bunga pasar uang antarbank yang relatif menurun juga memberikan peluang untuk dapat dilirik oleh pelaku pasar yang menjadikan perbankan sebagai pendongkrak akses modal usaha.

Budi menekankan, pihaknya  melihat potensi industri perbankan nasional tetap terbuka pada tahun depan. Rasa optimistis tersebut karena adanya potensi bisnis perbankan yang besar dengan pasar domestik yang luas.

"Ditopang oleh deregulasi kebijakan ekonomi pemerintah di berbagai bidang/sektor ekonomi serta masih rendahnya loan to GDP ratio sekitar 38 persen," ujarnya.

Disamping itu, Produk-produk perbankan yang masih relatif tradisional berpotensi dikembangkan menjadi semakin kompleks. 

Lalu, Inflasi yang rendah membuka ruang bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuan, sehingga berimbas kepada suku bunga kredit yang lebih rendah. "Suku bunga yang rendah berpotensi meningkatkan permintaan kredit perbankan di tengah pertumbuhan ekonomi domestik yang relatif membaik," tuturnya.

 

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya