Kain Ulap Doyo dari Daun Diolah Jadi Uang

Kerajinan kain ulap doyo, Kalimantan Timur
Sumber :
  • Shintaloka Pradita Sicca / VIVA.co.id

VIVA.co.id – Di tangan masyarakat tradisional Kalimantan Timur, lembaran sebuah daun dapat diolah menjadi gulungan benang sebagai material untuk membuat kain tenun, yang disebut kain Ulap Doyo.

Kemenparekraf Dukung Penuh Karya Anak Bangsa Platform Komik Digital Comicone.id

Ulap Doyo adalah kain tenun yang sudah ada sejak beberapa generasi silam, dan secara turun-temurun dilestarikan ke anak, cucu.

Nama Ulap Doyo berasal dari tanaman sejenis pandan bernama daun doyo (Curliglia Latifolia Lend) yang tumbuh liar di lahan-lahan pinggiran hutan dan ladang sekitar kampung Mancong dan Tanjung Isuy, Kalimantan Timur.

Dwidayatour Dukung Gekrafs dengan Fasilitas Perjalanan, Wujudkan Agenda Kreatif

Salah satu penenun setempat, yaitu Agnes Sulastri (32), yang sejak kecil sudah akrab dengan produksi kain doyo.

"Ibu bisa ngikatnya (bikin motif), saat sudah nikah. Umur belasan masih belajar masang tenun (tenun polos), belum ngikat," ujar Tri panggilan akrab Agnes Sulastri, ketua kelompok pengerajin Doyo Tunas Mekar, Batu Bura kepada VIVA.co.id di Jakarta pada Senin 31 Oktober 2016.

Industri Kreatif Terancam Pasal Tembakau di RPP Kesehatan, Kemenparekraf Panggil Pelaku Usaha

Perajin tenun

Jenis tenun ulap doyo ini, ada yang polos dan bermotif. Seperti pada umumnya pembuatan kain tradisional, proses pembuatannya memakan waktu yang cukup lama, mulai dari panen daun doyo (bahan baku benang doyo), hingga menjadi ulap/kain doyo.

"Kain polos sekitar seminggu, kalau motif bisa sebulan. Walaupun lama, tapi sudah menikmati. Menenun sudah menjadi pekerjaan sehari-hari," ungkapnya.

Motif ulap doyo disebutkannya ada lebih dari 20-an. Masing-masing motifnya mengandung kisah leluhur. Motif ulap doyo di antaranya, ada berabang, akar beringin, yang mana keduanya hampir menceritakan makna yang sama, yaitu perkumpulan persatuan. Lalu, ada lagi, motif udo yang bergambar orang-orangan khas Kalimantan.

"Motif-motif dari ulap doyo sudah warisan turun-temurun dari leluhur sana, tidak ada inovasinya dari masa sekarang. Untuk buat setiap motifnya, ada hitungannya sendiri-sendiri yang sudah turunkan juga dari nenek moyang dulu," tuturnya.

Ia menceritakan, para tetua di sana meski sesulit apapun motifnya, tangan mereka sudah lincah seperti sudah otomotis bergerak untuk membentuk motif yang diinginkan. Namun, ia mengungkapkan, para pemuda masih melihat contoh yang ada sebagai panduan.

Setelah menjadi kain pun dibentuk menjadi tas, dompet, hingga pakaian. Produk-produk penenun setempat yang tergabung dalam kelompok maupun individual di pajang di lima galeri di wilayah Tanjung Isuy yang dikelola bersama.

Berupa kain mereka jual sekitar Rp350 ribu-Rp500 ribu untuk masyarakat domestik, sedangkan untuk mancanegara dijual dengan harga Rp1 juta-Rp5 juta.

Baju Rp1 juta-Rp2 juta untuk dalam negeri, sedangkan Rp4 juta-Rp7 juta untuk pasar internasional. Kemudian, gelang Rp5 ribu-Rp15 ribu, sedangkan untuk warga luar negeri bisa Rp50 ribu-Rp100 ribu. "Orang asing tidak pernah menawar seperti orang Indonesia," ujarnya.

Kerajinan kain ulap doyo, Kalimantan Timur

Selain dijual di galeri setempat, produk ulap doyo ini telah didistribusikan ke beberapa kota di Indonesia, yaitu Yogja, Malang, Jakarta, dan Surabaya. Ada juga penjualan dilakukan secara online.

"Memproduksi berbagai bentuk ulap doyo menghasilkan uang untuk menambah penghasilan keluarga, dan tentu bisa tetap mengurus keluarga," tuturnya.

Pribadinya berharap, ulap doyo semakin dikenal di seluruh pelosok negeri dan internasional sebagai kain tradisional bernilai sejarah dan berkualitas, dengan konsisten mempertahankan penggunaan warna alam.

Pewarna alam andalan mereka berasal, dari batang elai (panen lestari tidak mematikan pohon), daun teruja (nama lokal), serbuk gergaji dari ulin (limbah sawmill).

(asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya