Ini Penyebab Investasi di Farmasi Kurang Diminati

Pekerja pabrik farmasi tengah mengawasi pengemasan obat.
Sumber :
  • ANTARA/Andika Wahyu

VIVA.co.id – Badan Koordinasi Penanaman Modal mencatat nilai investasi untuk industri farmasi dalam kurun waktu sekitar lima tahun, Januari 2011- September 2016, sebesar Rp8,9 triliun.

Menteri Investasi Bahlil Resmikan Media Center Indonesia Maju, Ini Fungsinya

Nilai ini terbilang kecil, jika dibandingkan dengan investasi sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran bernilai investasi US$730,02 juta.

Deputi Bidang Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengatakan, BKPM sebagai lembaga yang berwenang mempromosikan investasi telah melakukan tugasnya untuk mempromosikan sektor farmasi. Namun, kenyataannya banyak yang tidak berminat.

Bagaimana UU Kesehatan Baru Akan Mengubah Lanskap Industri Farmasi?

"Kebetulan, belum ada minat bagus untuk menanamkan saham di sektor farmasi. Berarti, mungkin sektor farmasi ini dinilai biasa-biasa, kurang menarik, atau mungkin ada diam-diam ada permasalahan," katanya dalam acara Dialog Interatif di kantor BKPM Jakarta pada Kamis 3 November 2016.

Mengetahui hal tersebut, ia mengatakan, pemerintah telah berupaya mendorong minat investasi dalam bidang farmasi. Ada 13 paket kebijakan ekonomi, yaitu ke-6 dan ke-11 yang terkait dengan kefarmasian.

6 Industri Farmasi Tersandung Cemaran EG-DEG, GPFI: Ini Konsekuensi yang Harus Dibayar

"Bahan baku obat kita buka 100 persen untuk investor asing, rumah sakit juga kita perlonggar," ujarnya.

Kemudian, sudah ada perhatian pemerintah untuk menyederhanakan pendaftaran investasi sektor farmasi di Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Selain itu, telah didorong implementasi pelayanan berinvestasi melalui online.

Ia juga menyebutkan pemerintah mendorong Penelitian dan Pengembangan, atau Research and Development (R&D) untuk pengadaan pabrik pengolahan bahan baku obat, agar tidak bergantung pada impor untuk pemenuhan kebutuhan obat.

"Kemarin, saya baca di koran bahwa Indonesia memiliki kemungkinan dapat memproduksi vaksin untuk DBD," tutur Azhar.

Pihaknya tetap optimistis akan adanya pertumbuhan investasi di bidang farmasi yang lebih baik ke depan.

Alasannya, karena ia melihat komitmen investasi di Indonesia mengalami pertumbuhan, atau peningkatan 10,7 persen dibanding triwulan III 2015. Di triwulan III 2016, Indonesia memiliki komitmen atau potensi investasi sebesar Rp1.800 triliun.

"Sementara, realisasi investasi saat ini Rp423 triliun, yang mana komitmennya sejak dari satu, dua, tiga tahun lalu," ujar Azhar. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya