Efek Trump pada Pasar Modal Dalam Negeri

Presiden AS Donald Trump.
Sumber :
  • REUTERS/Carlo Allegri

VIVA.co.id – Euforia pemilihan Presiden Amerika Serikat saat ini menjadi sorotan dunia termasuk pelaku pasar atau investor tanah air. Pilpres yang sedang berlangsung di negeri paman Sam  mengingatkan kita pada pilpres Indonesia 2014 lalu dengan kandidat Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Sebab dukungan terhadap kedua capres sama kuat.

IHSG Dibuka Melemah, Simak Rekomendasi Saham Akhir Pekan Ini

Analis First Asia Capital David N Sutyanto memandang, indeks bursa saham dalam negeri yang masih berwarna merah siang ini karena investor lebih mendukung Hillary Clinton dibandingkan Donald Trump.

"Ini mengingatkan kita sama pilpres kemarin ya. Jadi orang anggapnya Hillary Clinton itu kaya Jokowi, dan Donald Trump kaya Prabowo. Jadi begitu Hillary menang, market naik. Begitu juga sebaliknya," ujarnya saat dihubungi oleh VIVA.co.id di Jakarta, Rabu, 9 November 2016.

Pilpres Bikin Facebook Alergi Politik

Menurutnya, efek euforia pilpres AS terhadap pasar modal dalam negeri hanya berlangsung sesaat. Selanjutnya, untuk sentimen jangka panjang, investor lebih melihat terhadap kebijakan yang diambil oleh presiden terpilih nanti. "Pemilihan presiden hanya sentimen sesaat selanjutnya kebijakan," tuturnya.

David juga menuturkan, alasan investor Indonesia lebih berpihak kepada Hillary Clinton lantaran Hillary dipandang akan meneruskan kebijakan dari presiden AS saat ini yang dijabat oleh Barack Obama.

AS Waspadai Serangan Teroris dari Orang-orang Kecewa Hasil Pilpres

"Yang namanya market itu sebenarnya enggak bisa diprediksi. Trump menciptakan oposisi dari Obama karena bertentangan dengan kebijakan Obama. Kalau Hillary menciptakan sebagai penerus. Ini kenapa market jadi lebih ke Hillary," tuturnya.

Efek euforia pilpres AS ini, kata David lebih jauh, tidak akan berlangsung lama tergantung respons dari seberapa cepat presiden terpilih dalam mengambil kebijakan. 

"Apakah akan terus-terusan belum tentu tergantung kebijakan. Jika kebijakan yang diambil menimbulkan suatu kontroversi maka akan menciptakan sentimen negatif di pasar, begitu pula sebaliknya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya