Apindo: Trump Effect Dipastikan Tak Ganggu Fundamental RI

Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Sumber :
  • U-Report

VIVA.co.id – Terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, sempat membuat rupiah terjun bebas ke level Rp13.865 per dolar AS. Sedangkan pada hari ini, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia, nilai tukar rupiah menguat menjadi sebesar Rp13.385 per dolar AS.

Neraca Perdagangan Januari Surplus, BI: Positif Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi RI

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi B. Sukamdani mengatakan, volatilitas ini tidak secara fundamental mengguncang ekonomi dalam negeri, karena ia menilai hanya memberikan pengaruh jangka pendek, atau sementara.

"Sehingga, kita terus terang tidak terlalu antisipatif, karena kita berkeyakinan ini sifatnya sementara. Bukan fundamental kita," kata Haryadi dalam acara Global Launch of the 11th Edition of Paying Taxes di Hotel Four Seasons, Jakarta pada Kamis 17 November 2016.

Neraca Perdagangan RI Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi Indonesia

Kemudian, terkait kebijakan ekonomi AS yang sangat tendensius dan sempat digulirkan Trump pada saat kampanyenya untuk menolak perdagangan bebas menurutnya hanya isu sementara.

"Kalau tiba-tiba kebijakannya, ya memang ini ekstrem, atau aneh-aneh, kita dorong pasar domestik yang memang sedang dijalankan. Ya, kita dan pemerintah harus ada trust (rasa kepercayaan)," ucapnya.

Neraca Perdagangan Oktober Surplus, BI: Topang Ketahanan Eksternal Ekonomi

Menurutnya, kalau itu benar terjadi proteksi terhadap ekspor, maka nilai ekspor dalam negeri akan terkena imbasnya dan cukup mengkhawatirkan. Namun, ada kemungkinan juga, justru AS yang akan mengalami kesulitan sendiri.

"Kita akan lebih defisit, lebih besar kalau AS lakukan proteksionisme. Babak belur kita. Dan, bisa juga ekonomi AS jadi lebih drop," ungkapnya.

Di sisi lain, Apindo pada 2017, akan melakukan ekspansi perdagangan yang arahnya menuju kepada subtitusi impor, atau pun pengurangan nilai impor untuk menghadapi persaingan global secara umum.

Artinya, mencari celah dan upaya, agar komoditas domestik dapat penuhi kebutuhan dalam negeri. "Kalau lawan global, susah ya. Ya, sudah kita kurangi impor semaksimal mungkin," ujarnya.

Sementara itu, untuk melakukan optimalisasi pemanfaatan hasil produksi dalam negeri, ia menyarankan, agar seluruh elemen dapat bekerja sama membereskan data kapasitas komoditas yang ada di dalam negeri, agar tidak ada kesalahan data produksi dan permintaan pasar, yang akhirnya menekankan pada importasi yang tidak perlu.

"Masak, jagung masih harus impor. Jagung kurang, dibilang ada. Itu jangan gitu lagi. Harus akurat," katanya. (asp)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya