Cerita Sri Mulyani Disodori Amplop Isi Dolar

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat melantik Kepala BKF di kantornya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA.co.id – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengakui, praktik terima suap tidak hanya terjadi dalam institusi pemerintahan. Lembaga donor seperti Bank Dunia pun nyatanya juga diisi oleh orang-orang yang ingin mencari keuntungan semata.

Ditanya Peluang Jadi Menkeu Lagi, Begini Jawaban Chatib Basri

“Bank Dunia isinya manusia-manusia biasa. Mereka juga punya kepentingan, dan ambisi. Kadang-kadang juga tidak terhindar dari godaan,” ujar Ani, sapaan akrab Sri Mulyani Indrawati, saat ditemui di Djakarta Theater, Jakarta, Selasa 29 November 2016.

Ani mengatakan, tidak sedikit jajaran Bank Dunia yang justru menyalahgunakan jabatan yang dimiliki, hanya untuk meraup keuntungan pribadi. Apalagi, lembaga donor itu pun memiliki proyek infrastruktur strategis dengan nilai fantastis.

Sri Mulyani Hibahkan Karpet-Sajadah Impor Ilegal Senilai Rp 1,8 Miliar ke Pemkab Bekasi

Namun, Bank Dunia pun memiliki aturan  jelas, bahwa tidak ada satupun pejabat maupun pegawai yang boleh menerima hadiah dalam bentuk apa pun. Jika diterima, maka pemberian tersebut tidak akan menjadi milik yang bersangkutan.

Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu pun menceritakan sedikit pengalamannya selama berkarier di Bank Dunia. Ani mengaku pernah mendapatkan sebuah penghargaan dari sebuah negara, namun pada akhirnya pemberian tersebut ditolak.

Sri Mulyani Targetkan Investasi Hulu Migas Rp 223,3 Triliun

“Saya mendapatkan penghargaan dari Nigeria. Namun itu tidak boleh kita terima. Kita menerimanya dalam rambu pemberian ke institusi. Ini bukan untuk Sri Mulyani, meskipun saya COO (chief operating officer) yang menyetujui proyek itu,” tegasnya.

Disisipkan amplop oleh kepala daerah

Selain kerap kali menerima hadiah maupun penghargaan selama duduk di direksi Bank Dunia, Ani mengakui, jabatannya sebagai menteri keuangan pun tak luput dari tawaran gratifikasi. Bahkan, tawaran itu datang dari seorang kepala daerah.

“Rezim kepala daerah, kalau tidak sowan ke Kementerian Keuangan, uang tidak akan datang tepat waktu,” katanya.

Kepala Daerah tersebut, kata Ani, meminta agar bendahara negara mempercepat penyaluran transfer daerah dan dana desa. Namun kondisi harga minyak pada saat itu relatif rendah, sehingga akhirnya, penyaluran pun tertunda.

“Jadi pembayaran dari pemerintah tertunda. Lalu dia pergi, dia tinggalkan amplop isinya dolar,” ujarnya

“Saya katakan ke gubernur, pak saya anggap ini keteledoran pertama saya. Kalau tidak (diambil kembali) akan saya sampaikan ini ke KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi),” ujar Ani menambahkan.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya