Pengamat: Trump Butuh China untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Donald Trump, Presiden terpilih Amerika Serikat.
Sumber :
  • REUTERS/Mike Segar

VIVA.co.id – PT Bank Danamon Indonesia Tbk menilai langkah Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump untuk memperbaiki pertumbuhan ekonomi dalam negerinya di mata dunia, tidak dapat dilakukan hanya dengan mengandalkan komoditas domestik dan menutup diri dari perdagangan bebas.

BYD Pamer Mobil Super Canggih, Bodinya Furutistik

Kepala Ekonom Danamon Anton Hendranata menilai, kebijakan ekonomi Amerika Serikat (AS) di tangan Trump akan cenderung egosentris dengan berjalan sendiri, menutup akses perdagangan.

"Jika benar (egosentris), langkah ini (perbaikan ekonomi di tingkat global) sulit terwujud," kata Anton dalam acara Media Workshop di Hotel The Westin Jakarta, Rabu, 30 November 2016.

Motor Delapan Silinder Asal China Siap Meluncur

Hal itu tercermin dari pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) AS pada September 2016 yang hanya sebesar 1,5 persen, masih kalah dibandingkan dengan China yang lebih besar dibanding negara lainnya, yaitu 6,5 persen.

"Selain itu, dipengaruhi dengan kemampuan AS dalam melunasi utangnya yang makin menurun tiap tahun," ucapnya.

Curhat Jurnalis Asing Kala Bertugas di China

Rasio pinjaman terhadap PDB dari AS semakin lama semakin tinggi dan telah melebihi level 100 persen. Pada September 2016 sebesar 103,8 persen.

"Debt to GDP AS makin meningkat, sejak 2012 sudah di atas 100 persen, utang lebih besar dari produksinya. China 30 persen pada 2003, menurun separuhnya jadi 15 persen. Sedangkan, Jepang sudah lama di atas 100 persen, tapi utangnya ke bank sentral," katanya.

Ia menyimpulkan, pada dasarnya AS tidak dapat total memproteksi ekonomi domestik dengan perdagangan komoditas luar negeri. AS dinilai membutuhkan China sebagai salah satu negara dengan kondisi ekonomi yang terkuat saat ini.

"Kalau lihat statistik tersebut, AS tidak bisa berjalan sendirian, dia butuh China. Pada 2017-2018, perekonomian China kemungkinan akan naik lagi, tapi enggak cepat-cepat, karena kalau orang sedang melambat, dia tumbuh kencang akan overheating. Jika, perekonomian melaju terlalu kencang, maka produksi dia enggak bisa jual ke mana-mana," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya