Rupiah Menguat di Tengah Aksi Damai 212

Seorang pegawai BNI memindahkan tumpukan uang rupiah.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin

VIVA.co.id – Aksi damai 212 sebagai aksi lanjutan dari kasus dugaan penistaan agama Gubernur DKI Jakarta non aktif, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, diperkirakan tidak akan memberikan sentimen negatif kepada pergerakan nilai tukar rupiah.

Rupiah Ambruk Pagi ini ke Rp 15.841 per Dolar AS

Hal itu tercermin dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang menguat pada hari ini, Jumat 2 Desember 2016. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate Bank Indonesia, rupiah berada di posisi Rp13.524 per dolar AS, menguat Rp58 dibandingkan posisi kemarin di level Rp13.582 per dolar AS.

Ekonom PT Bank Permata, Josua Pardede, mengakui bahwa aksi damai lanjutan tersebut berpotensi memengaruhi laju mata uang Garuda. Namun, dampaknya pun tidak akan terlalu signifikan.

Bank Indonesia Proyeksi Dolar AS Bakal Anjlok di Semester II-2024

“Dampaknya memang tidak bisa dipungkiri, berkaca dari 4 November kemarin. Perlu waspada dari faktor itu,” ujar Josua saat berbincang dengan VIVA.co.id, Jumat 2 Desember 2016.

Josua memandang, faktor yang memberikan pengaruh bagi rupiah tetap didominasi oleh perkembangan ekonomi global. Seperti, ekspektasi pasar terhadap kepastian kenaikan suku bunga acuan bank sentral AS atau The Fed.

Rupiah Menguat Pagi Ini, tapi Berpotensi Balik Melemah

The Fed diyakini akan menaikkan suku bunga pada akhir tahun ini, usai sejumlah indikator perekonomian AS mulai menunjukkan arah perbaikan. Hal ini pun semakin mendorong keluarnya dana asing di negara berkembang, termasuk Indonesia.

Ditambah dengan desas desus kebijakan presiden terpilih AS Donald Trump, saat menduduki Gedung Putih pada awal tahun depan. Berbagai sentimen tersebut, kata Josua, memberikan pengaruh yang signfikan dibandingkan aksi damai.

“Saya kira (pengaruh) ini bervariasi, antara The Fed yang sesuai jadwal menaikkan suku bunga, dan Donald Trump,” katanya.

Josua menilai, posisi tersebut sama sekali tidak mencerminkan fundamental perekonomian Indonesia yang sebenarnya. Maka dari itu, Josua meyakini, otoritas moneter pun tidak akan tinggal diam merespons hal tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya