Naiknya Suku Bunga The Fed Berpeluang Genjot Ekspor RI

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok
Sumber :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id – Keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Fed) untuk menaikkan suku buku acuannya sebesar 25 basis poin, di satu sisi, akan memberi dampak negatif kepada melemahnya nilai tukar rupiah. Namun, di sisi lain, bisa membuat nilai ekspor Indonesia semakin meningkat.

Ribuan Produk Kerajinan RI Bakal Banjiri Pasar Kanada

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa dari Badan Pusat Statistik (BPS), Sasmito Hadi Wibowo, yakin kenaikan suku bunga The Fed memang membuat rupiah melemah, namun juga bisa membuat nilai ekspor Indonesia akan meningkat. 

"Pasti rupiah akan melemah dahulu terhadap dolar, itu yang pertama. Tapi, kalau rupiah melemah, kesempatan barang ekspor kita tambah gampang dijual di luar negeri," kata Sasmito di kantor pusat BPS, Kamis 15 Desember 2016. 

Turun 12,76 Persen, BPS Catat Kinerja Impor Maret US$17,96 Miliar Gegara Ini

Sesaat Saja

Ia memandang pelemahan rupiah hanya akan terjadi sesaat. Sebab, kurs rupiah akan tertolong dengan peningkatan ekspor pada November 2016, yang akan berlanjut hingga Desember 2016. 

BPS Catat Ekspor Maret 2024 Naik 16,40 Persen Terdorong Logam Mulia hingga Perhiasan

"Saya kira karena ekspor cukup bagus, pelemahan sekarang enggak dalam. Hanya antisipasi sesaat saja. Hanya indikasi agar ke depan bagus. saya kira aman. Tidak usah khawatir. Demand (permintaan) terhadap barang naik, harga turun tapi volume baik," kata dia. 

Ia menegaskan pelemahan rupiah tidak selalu berdampak buruk kepada neraca perdagangan Indonesia, justru bisa menambah nilai ekspor. "Nilai tukar melemah tidak selalu buruk, itu bisa membantu perdagangan internasional," lanjut Sasmito.

BPS mencatat nilai ekspor Indonesia secara kumulatif dari Januari-November 2016 mencapai US$130,65 miliar atau menurun 5,63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Pada periode tersebut ekspor paling besar ke AS dengan nilai US$11,97 miliar, disusul Tiongkok US$11,14 miliar dan Jepang US$10,08 miliar.

(ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya