Pembangunan Smelter Freeport Diverifikasi Tiap 6 Bulan

Tambang Freeport di Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Pemerintah akan mengawasi pembangunan smelter atau fasilitas pemurnian bahan tambang milik Freeport setiap 6 bulan. Hal itu dilakukan untuk menjamin agar pihak Freeport memenuhi kewajibannya membangun smelter dalam lima tahun ke depan. Selama bertahun-tahun, pembangunan itu belum dilakukan.

Freeport Ditantang Cari Iklim Investasi Lebih Baik dari RI

Hal itu tertuang dalam Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian yang menyebutkan, rencana pembangunan fasilitas pemurnian di dalam negeri diverifikasi oleh Verifikator Independen.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, pemerintah mendorong hilirisasi produk tambang dalam negeri. Jika Freeport tidak melakukan pembangunan smelter sesuai dengan ketentuan, yaitu 10 persen setiap enam bulan, maka pihak pemerintah bisa mencabut izin ekspor selamanya.

Freeport Didesak Transparan soal Pembayaran Pajak

"Kita memastikan, kita akan melihat perusahaan yang serius. Perusahaan yang ekspor dia harus membangun (smelter) dalam waktu lima tahun. Begitu enam bulan tidak ada kemajuan, cabut ekspornya. Kalau dicabut, sudah, mati (izin ekspornya)," kata Bambang di Jakarta, Sabtu 21 Januari 2017.

Pemerintah mengakui, selama ini pengawasan terhadap pembangunan smelter tidak dilakukan dengan baik. Itulah yang membuat Freeport semena-mena tidak memenuhi kewajiban pembangunan.

Freeport Keenakan Nikmati Fasilitas di Indonesia

"Dulu tidak ada pengawasan enam bulan sekali yang dilakukan oleh Independen. Sekarang di Permen ini, ada independen verifikator. Nanti Verifikatornya dilelang," kata dia.

Sementara itu, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menilai, hal itu sudah merupakan kewajiban yang harus dilakukan. Pemerintah jangan mau "takluk" dengan perusahaan besar.

"Pengawasan 6 bulan sekali supaya progresnya ada. Karena kalau tidak ada pengawasan, di titik tertentu akan terjadi seperti itu lagi. Jadi harus ada opsi yang dilakukan," kata dia.

Menurut Hikmahanto, hilirisasi tambang mineral di dalam negeri harus dilakukan. Jangan hanya wacana di atas kertas, namun di lapangan tak ada realisasi. "Dalam konteks itu harus realistis," katanya. (mus)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya