Isu SARA Mulai Beri Dampak ke Investasi RI

Ketua Dewan Pertimbangan Apindo, Sofjan Wanandi
Sumber :
  • VIVAnews/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id – Ketua Tim Ahli Wakil Presiden Sofjan Wanandi menegaskan, situasi politik nasional yang merembet kepada isu-isu suku, agama, ras, antargolongan, atau SARA dan radikalisme berpotensi menganggu keberlangsungan dunia usaha ke depan. Sehingga, diperlukan ketegasan pemerintah dalam hal ini.

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya

“Masalah politik yang bergulir, bisa menganggu investasi. Begitu banyak isu, bahkan sampai ke isu SARA,” jelas Sofjan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin 23 Januari 2017.

Ia mengatakan, optimisme pelaku usaha terhadap kondisi perekonomian nasional sejatinya telah tercermin dari pemberlakuan program pengampunan pajak, atau tax amnesty. Namun, persepsi mereka berubah drastis, ketika munculnya aksi kepentingan politik yang berbalut agama.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

Dengan demikian, para pelaku usaha pun kembali mempertimbangkan untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia itu memandang, diperlukan kepastian bagi iklim investasi dalam negeri.

“Setelah November dan Desember 2016, ada kekhawatiran. Uang (tax amnesty) sekarang lebih banyak tersimpan di bank, belum di riil sektor. Investasi dari Tiongkok, masih wait and see,” katanya.

Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang

Dalam kesempatan yang sama, Staf Ahli Menteri Koordiantor Bidang Perekonomian Bobby Rafinus Hamzah menegaskan, pemerintah terus melakukan berbagai langkah prenventif, demi meminimalisir adanya sentimen negatif dari aksi-aksi politik yang terjadi.

Terutama, menjaga indikator perekonomian nasional secara umum. Seperti laju inflasi dan neraca pembayaran yang terkendali, sampai dengan kas keuangan negara yang mencerminkan kredibilitas bagi para pelaku pasar. Harapannya ini, dapat menangkal sentimen tersebut.

“Kami juga kembangkan program vokasi kepada calon tenaga kerja, agar mereka dapat memilih jalur keterampilan,” ujarnya.

Bobby mengaku, aksi politik berbalut agama memang sempat mendapatkan perhatian khusus dari investor. Namun, Presiden Joko Widodo pun telah berulang-ulang kali memberikan garansi, bahwa hal-hal seperti itu akan terus diperhatikan oleh pemerintah.

“Kami melihat, isu (SARA dan radikalisme) hanya sentimen di pasar modal. Belum masuk di perekonomian. Kalau lihat kemarin, indikator yang mencolok berubah di pasar modal dan pasar keuangan,” katanya.

Global masih dominan

Menurut Bobby, situasi ekonomi global akan jauh lebih mengancam dibandingkan sentimen dalam negeri. Berbagai ketidakpastian yang terjadi, tentu mau tidak mau akan memberikan pengaruh bagi kinerja perekonomian secara keseluruhan.

Contohnya, dari rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang pada akhirnya memutuskan untuk proteksionis terhadap kebijakan perdagangan AS. Meskipun berpotensi menimbulkan gejolak, pemerintah pun tetap berkomitmen untuk memperkuat ekonomi nasional.

“Tantangan akan semakin besar. Saya kira, dari sisi domestik ada ancaman. Tetapi, program pemerintah yang menyangkut pemberdayaan ekonomi menengah akan terus digenjot,” tegasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya