Jokowi Beruntung Jadi Presiden Saat Harga Minyak Turun

Presiden Joko Widodo
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf

VIVA.co.id – Joko Widodo dinilai beruntung, ketika menjadi presiden Indonesia di saat situasi harga minyak dunia dalam tren menurun. Sehingga, pemerintah dapat mengambil langkah lebih mudah untuk mencabut subsidi bahan bakar minyak.

Antisipasi Dampak Konflik Palestina-Israel, Pemerintah Kaji Harga Pertalite Sesuai Jenis Kendaraan

"Harga minyak mentah turun, Jokowi beruntung dan hilangkan subsidi ke infrastruktur. Stabil dari sisi GDP (produk domestik bruto)," ungkap Direktur Investasi di Aberdeen Asset Management, Bharat Joshi di kantor Aberdeen, Jakarta, Selasa 24 Januari 2017.

Diketahui bersama, bahwa pada masa awal pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla, subsidi BBM ditarik. Kemudian, dana subsidi dapat dialihkan ke sektor yang lebih produktif, yakni infrastruktur. Kebijakan tersebutlah yang turut berkontribusi dalam menyokong pertumbuhan ekonomi dalam negeri menjadi stabil.

SKK Migas Pantau Ketat Dampak Konflik Hamas-Israel ke Sektor Hulu Migas Indonesia

Stabilitas ekonomi juga didukung oleh, harga komoditas yang juga mulai merangkak naik, perlahan tapi pasti. Di mana, hal itu baik untuk Indonesia sebagai negara pengekspor terbesar di Asia. 

"Tentu, ini menguntungkan bagi Indonesia. Kita pengekspor terbesar di Asia, yang mendorong harga komoditas. Ini bawa multiplier effect meningkatkan pendapatan di Sumatera dan Kalimantan, enggak hanya Jawa, mereka akan beli mobil, motor," ujarnya. 

Harga Minyak Dunia Mulai Mendidih Akibat Perang Israel Vs Hamas

Kemudian, ia mengatakan, stabilitas pertumbuhan ekonomi Indonesia akan terjadi saat ini. Karena, diprediksikan perusahaan-perusahaan Indonesia akan mulai melakukan ekspansi tahun ini, yang didorong oleh munculnya geliat permintaan pasar. 

"Perusahaan di Indonesia mulai lebih banyak melakukan investasi tahun ini. Tiga tahun terakhir enggak investasi tahun 2013 sampai 2015, karena GDP lemah, perusahaan kebanyakan enggak investasi, karena enggak ada demand. Diharapkan, ke depan lebih banyak investasi dari perusahaan Indonesia," tuturnya.

Dengan adanya beberapa faktor tersebut, diyakini pertumbuhan ekonomi tahun ini akan lebih tinggi dari sebelumnya. Apalagi, titik terendah sudah terjadi 2016, yaitu sekitar lima persen. "Diharapkan meningkat. Titik balik untuk mulai naik," ujarrnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya