BI Cermati Dampak Rencana Pemangkasan Pajak di AS

Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menegaskan akan terus mencermati pergerakan arus modal yang masuk ke Indonesia. Terlebih dengan adanya rencana Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang akan mengumumkan kebijakan fiskal terkait dengan sektor perpajakan.

Utang Luar Negeri Indonesia Turun Jadi US$413,6 Miliar

"Pemotongan pajak yang besar, membawa optimisme korporasi di AS. Tentu ini akan membuat permintaan ke AS tinggi," kata Agus saat ditemui di Kompleks BI, Jakarta, Jumat 10 Februari 2017.

Berdasarkan catatan otoritas moneter, arus modal yang masuk sejak awal tahun sampai dengan akhir minggu lalu, telah mencapai Rp24,4 triliun. Hal ini yang menjadi salah satu alasan, rupiah dalam beberapa minggu terakhir menguat terhadap dolar AS, karena masih terjadi perselisihan pergantian pucuk kepemimpinan negeri Paman Sam tersebut.

BI Fast Payment, Jawaban untuk Kebutuhan Transaksi Murah

Mantan Menteri Keuangan itu mengaku belum melihat dampak secara langsung dari pemangkasan pajak yang akan dilakukan oleh Trump, apakah akan memberikan dampak langsung bagi stabilitas makro ekonomi nasional, atau tidak. Namun secara garis besar, stabilitas perekonomian Indonesia masih mampu menahan sentimen negatif yang diberikan.

Misalnya, seperti laju inflasi yang relatif terjaga, defisit transaksi berjalan yang terkendali, sampai dengan cadangan devisa pada Januari yang kembali meningkat. Di samping itu, lembaga internasional seperti Moody's Investors Service pun telah menaikkan peringkat outlook kredit pemerintah dari stable, ke positive. Ini menunjukan, Indonesia masih menarik minat investor.

Cadangan Devisa RI Februari 2022 Naik Tipis, Ini Pendorongnya

"Sekarang, makro ekonomi kita relatif terjaga. Perkembangan ekonomi kita membaik, dan menunjukan daya tahan yang baik," kata Agus.

Secara garis besar, fundamental ekonomi Indonesia masih mencerminkan kredibilitas saat ini, dan menunjang pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Terlebih, jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, hanya Indonesia yang mampu tumbuh tinggi di tengah berbagai ketidakpastian global. Tercatat hanya India dan China yang mampu tumbuh tinggi dari negara kawasan.

"Jadi bagaimana kami akan kendalikan persepsi pasar. Kami komunikasi seperti ini, untuk memberikan informasi bahwa fundamental ekonomi kita membaik," lanjut Agus. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya