- VIVAnews/Zulfikar Husein
VIVA.co.id – Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi menyatakan, impor gas yang dilakukan tidak serta merta menjadikan harga gas dalam negeri menjadi murah. Meski harga spot liquid natural gas di beberapa negara memang saat ini murah, namun masih ada beberapa tahapan yang dilalui, sehingga membuat harga tetap menjadi tinggi di dalam negeri.
Kepala Divisi Komersialisasi Gas SKK Migas, Sampe L Purba, mengatakan, bahwa impor gas perlu dikaji apakah benar-benar menjadi solusi. Sebab, harga gas setelah diimpor belum tentu membuat harga menjadi murah.
"Jadi tidak serta merta, impor LNG akan membuat harga turun di level end user (pengguna), karena dua hal, pertama karena secara keseluruhan harga LNG itu bersaing di seluruh dunia. Kedua, LNG yang diimpor itu agar sampai ke end user itu ada tahapan, ada shipping (pengapalan), regasifikasi, transmisi dan distribusi," kata Sampe di kantor SKK Migas, Jakarta, Kamis 16 Februari 2017.
Dengan banyaknya biaya angkut yang dibutuhkan itu, kata dia, pemerintah perlu mempertimbangkan biaya pengangkutan harga gas untuk industri. Target US$6 per MMBTU itu menurutnya, memang masih dapat direalisasikan dengan berbagai strategi.
"Saya katakan, harga itu bisa diindeks, supaya gas turun US$6, itu harus di landed price-nya (harga sampai titik terminal) diperhitungkan," kata dia.
Ia mengungkapkan penyebab tingginya harga gas lantaran faktor panjangnya rantai pasok dari penyedia hingga ke pengguna. Akibatnya harga gas mahal, misalnya di Sumatera Utara, yang sempat mencapai US$12 per MMBTU.
"Sebenarnya seluruhnya itu penyebabnya itu biaya pasok itu. Jadi murahnya, murah di mana (dengan impor), makanya kata saya tidak serta merta (menurunkan harga)," ujar dia.