Jonan: Freeport Tolak Perubahan Kontrak Karya Jadi IUPK

Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA.co.id – Pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk sektor pertambangan dalam negeri. Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satu isinya mengenai ekspor konsentrat mentah oleh perusahaan tambang dalam negeri.

Ignasius Jonan soal Kursi Kosong hingga Sederet Prestasi

Dalam aturan itu disebutkan, pemerintah menyarankan semua perusahaan tambang mengubah status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) agar bisa terus melakukan ekspor konsentrat. Perusahaan tambang juga diminta komitmen untuk membangun smelter dan membayar bea keluar.

Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Ignasius Jonan, untuk pertambangan mineral logam, pemerintah tetap berpegangan pada Undang Undang Mineral dan Batu Bara (Minerba) Nomor 4 tahun 2009 dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 sebagai revisi. Pemerintah, kata Jonan, tetap menghormati semua isi perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dan masih sah berlaku.

Contek China, Jonan: Sumber Daya Mineral RI Wajib Dibuat Produk Jadi

Namun, ada catatan yang disampaikan Jonan. Kata dia, PT Freeport Indonesia menolak perubahan dari Kontrak Karya menjadi IUPK. Berbeda dengan PT Amman Mineral Nusa Tenggara yang telah menyatakan terima kasih atas persetujuan pemerintah mengubah perjanjian Kontrak Karya menjadi IUPK. 

PT Amman telah mengajukan permohonan rekomendasi ekspor No 251/PD-RM/AMNT/II/2017 disertai pernyataan komitmen membangun smelter. Atas dasar itu, dirjen Minerba telah menerbitkan rekomendasi ekspor No 353/30/DJB/2017 pada Jumat 17 Februari 2017.

Jonan: Energi RI Belum Merata, 1.000 Kecamatan Tak Punya SPBU 

"Sesuai hasil pembahasan bersama yang melibatkan Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan, dan PTFI, pemerintah telah memberikan hak yang sama di dalam IUPK setara dengan yang tercantum di dalam KK, selama masa transisi perundingan stabilitas investasi dan perpajakan dalam enam bulan sejak IUPK diterbitkan,” kata Jonan dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Sabtu, 18 Februari 2017.

Sesuai Pasal 169 UU No 4/2009, stabilitas investasi memungkinkan untuk didapatkan. Namun, PT Freeport menyatakan tetap menolak IUPK dan menuntut KK tetap berlaku.

Menurut Jonan, PT Freeport telah mengajukan rekomendasi ekspor melalui surat No 571/OPD/II/3017 tanggal 16 Februari 2017 dengan menyertakan pernyataan komitmen membangun smelter. Sesuai IUPK yang telah diterbitkan, dirjen Minerba menerbitkan rekomendasi ekspor untuk PT Freeport No 352/30/DJB/2017 pada 17 Februari 2017. Menurut informasi yang beredar, PT Freeport juga menolak rekomendasi ekspor tersebut. 

"Saya berharap kabar tersebut tidak benar, karena pemerintah mendorong PT Freeport agar tetap melanjutkan usahanya dengan baik, sambil merundingkan persyaratan-persyaratan stabilisasi investasi, termasuk perpanjangan izin, yang akan dikoordinasi oleh Ditjen Minerba dan Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu serta BKPM," kata Jonan.

Dia berharap, PT Freeport tak alergi dengan adanya ketentuan divestasi hingga 51 persen yang tercantum dalam perjanjian Kontrak Karya yang pertama antara perusahaan dan pemerintah Indonesia, serta juga tercantum dengan tegas dalam PP No. 1/2017.

"Memang ada perubahan ketentuan divestasi di dalam Kontrak Karya yang terjadi pada 1991, yaitu menjadi 30 persen karena alasan pertambangan bawah tanah,” tuturnya.

Namun, divestasi 51 persen, dia menambahkan, adalah aspirasi rakyat Indonesia yang ditegaskan oleh Presiden, agar PT Freeport dapat bermitra dengan pemerintah. Upaya itu agar jaminan kelangsungan usaha dapat berjalan dengan baik dan rakyat Indonesia serta rakyat Papua khususnya, juga ikut menikmati sebagai pemilik tambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.

Jonan juga mempersilakan terkait adanya wacana PT Freeport akan membawa persoalan ini ke arbitrase, karena itu adalah langkah hukum yang menjadi hak siapa pun. Namun, pemerintah berharap tidak berhadapan dengan siapa pun secara hukum, karena apa pun hasilnya, dampak yang ditimbulkan akan kurang baik dalam sebuah relasi kemitraan. 

"Namun, itu langkah yang jauh lebih baik daripada selalu menggunakan isu pemecatan pegawai sebagai alat menekan pemerintah. Korporasi global selalu memperlakukan karyawan sebagai aset yang paling berharga, dan bukan sebagai alat untuk memperoleh keuntungan semata," kata dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya