Freeport Ancam PHK 12 Ribu Karyawan Pekan Ini

President and Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Inc, Richard C Adkerson.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Freeport McMoRan sebagai induk usaha dari PT Freeport Indonesia menyatakan pemutusan hubungan kerja atau PHK tidak dapat dielakkan lantaran kegiatan operasi perusahaan terhenti sebagai imbas dari dihentikannya ekspor konsentrat oleh pemerintah. 

Freeport Ditantang Cari Iklim Investasi Lebih Baik dari RI

President and Chief Executive Officer Freeport-McMoRan Inc, Richard C Adkerson, menyampaikan keputusan itu akan diambil pada pekan ini. Hal itu dilakukan, agar perusahaan secara finansial dapat berjalan normal.

"Minggu ini, kami akan stop karyawan kontraktor kita. Dari 30 ribu-an karyawan, ada 12 ribu karyawan langsung yang jadi bagian karyawan kontrak kita. Saya sedih hadapi kenyataan ini. Kami lakukan ini bukan karena nego dengan pemerintah tapi terpaksa agar bisnis bisa berjalan secara finansial," kata Richard di Fairmont Hotel, Jakarta, Senin 20 Februari 2017. 

Freeport Didesak Transparan soal Pembayaran Pajak

Ia menjelaskan jumlah karyawan Freeport Indonesia yang lebih tepatnya sebanyak 32 ribu itu, sebagian besarnya merupakan karyawan nasional atau dalam negeri. Richard mengklaim tidak ada perbedaan perlakuan PHK antara pekerja lokal dan pekerja ekspatriat. 

"Tapi memang sekitar 97-98 persen karyawan kami adalah nasional, termasuk jumlah yang cukup besar untuk Papua. Ekspatriat kami hanya di bawah 10 persen," ujarnya.

Freeport Keenakan Nikmati Fasilitas di Indonesia

Richard mengatakan, dengan dihentikannya izin ekspor sejak 12 Januari 2017, pengiriman konsentrat ke pabrik pengolahan di Gresik tak dapat dilakukan. "Selama ini, ada dua kapal yang loaded dan shipping ke Gresik setelah izin ekspor dihentikan. Tapi, karena ada pemogokan kerja, kami tidak bisa kirim konsentrat. Setelah itu, kami akan hentikan operasi pabrik 10 hari lagi, karena tidak ada storage untuk simpan konsentrat," ujarnya. 

Produk yang diekspor Freeport ke luar negeri sekitar 60 persen, sedangkan yang dapat diolah di dalam negeri hanya 40 persen. Untuk itu ia berharap, ada solusi dari pemerintah, atau jika tidak, maka dalam 120 hari sejak ketentuan izin ekspor diterbitkan, Ia akan melakukan Arbitrase ke Badan Hukum Internasional.

"Kalau enggak bisa jual 60 persen produk Anda, bagaimana coba bisa kerja. Kami harap bisa dapat solusi. Kami enggak bermaksud dikte pemerintah, kami terus berupaya bekerja sama dengan pemerintah," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya