Astra Tak Tertarik Caplok Saham Freeport, ini Alasannya

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – PT Freeport Indonesia saat ini tengah menjadi sorotan lantaran berseberangan dengan pemerintah. Sejak terbitnya PP Nomor 1 tahun 2017 mewajibkan seluruh perusahaan tambang melakukan divestasi saham sebesar 51 persen.

Menuju HUT ke-65 Astra, Kobarkan Semangat Bergerak dan Tumbuh Bersama

Sebagai perusahaan tambang raksasa yang telah puluhan tahun beroperasi di Papua, banyak pihak yang melirik saham Freeport. Namun raksasa bisnis di Indonesia, yakni PT Astra Internasional Tbk (ASII), mengaku tidak berminat dengan saham Freeport. 

Gideon Hasandi – Direktur Utama PT United Tractors Tbk (UNTR), anak perusahaan Astra –  mengungkapkan alasan pihaknya enggan melirik saham Freeport. Masalahnya, Freeport sering kali bertolak belakang dengan Pemerintah.

Desa Binaan Astra Siap Go International

"Kita enggak tertarik. Kita belum pikir melakukan atau mulai diskusi soal divestasi saham Freepot," kata Hotel Mulia Jakarta, Jumat, 24 Februari 2017.

Masalah Kontrak

Astra Dukung Paviliun Indonesia Expo, Dikunjungi 200.000 Pengunjung

Seperti diketahui, pada 10 Februari 2017 lalu pemerintah telah menyodorkan  Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Freeport sebagai pengganti Kontrak Karya (KK). Jika tidak dapat menerima, maka Freeport tak dapat mengekspor konsentrat tembaga dan kegiatan operasi dan produksi di Tambang Grasberg pasti terganggu. 

IUPK sendiri bukan kontrak, dan posisi pemerintah sebagai pemberi izin jadi lebih kuat daripada korporasi sebagai pemegang izin. Sedangkan KK memposisikan pemerintah dan Freeport sebagai dua pihak yang berkontrak dengan posisi setara. Ini adalah langkah pemerintah untuk memperkuat penguasan negara terhadap kekayaan alam.

Tapi Freeport tak mau begitu saja mengubah KK-nya menjadi IUPK. Sebab, IUPK dinilai tak memberikan kepastian, pajaknya bisa berubah mengikuti aturan perpajakan yang berlaku (prevailing), tak seperti KK yang pajaknya tak akan berubah hingga masa kontrak berakhir (naildown). 

"Itu karena (polemik) Kontrak Karya atau IUPK sendiri masih jadi perdebatan panjang baik dari pemerintah dan Freeport," kata Gideon.

Kemudian, Pada 17 Februari 2017 lalu, Freeport Indonesia sudah bertemu dengan Pemerintah untuk memberikan poin-poin keberatan. Kedua pihak ini pun memiliki waktu 120 hari sejak keesokan harinya untuk mencari win-win solution. Namun jika tidak mencapai titik temu, Freeport akan mengambil jalan Abritase.

"Jadi belum ada ketertarikan bagi kami untuk ikut terlibat," lanjut Gideon. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya