Rupiah Bisa Terseret Hingga Rp13.800 per Dolar AS

Rupiah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

VIVA.co.id – Pelaku pasar saat ini, tengah menyoroti perekonomian global, terutama Bank Sentral Amerika Serikat, atau The Fed yang akan menaikkan suku bunganya tahun ini. Meskipun telah memprediksi adanya kenaikan, namun pelaku pasar masih mencemaskan terkait besaran kenaikannya.

Rupiah Ambruk Pagi ini ke Rp 15.841 per Dolar AS

Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk, Anton Gunawan mengungkapkan, kenaikan suku The Fed, atau Fed Fund Rate (FFR) cukup tinggi, maka akan menjadi sentimen negatif bagi laju rupiah. Bahkan, dapat menyeret rupiah hingga ke level Rp13.800 per dolar AS. Kemungkinan tersebut dapat terjadi, jika FFR naik hingga dua persen lebih.

Meskipun demikian, Anton mengatakan, sebenarnya selisih antara BI 7 Days Repo Rate, dengan Fed Rate masih cukup longgar, kenaikan yang terjadi sesuai prediksi. Suku bunga The Fed diperkirakan naik sampai 1,5 persen, tidak di atas dua persen.

Bank Indonesia Proyeksi Dolar AS Bakal Anjlok di Semester II-2024

"BI 7 Days 4,75 persen, Fed Rate kalau naik ke 1,5 persen masih ada sekitar 325 bps (basis poin), harusnya sih masih relatif oke. Kecuali, dia naiknya dua persen, atau ke atas juga diikuti kenaikan US Treasury ke tiga persen. Sekarang 2,4 persen, akan bisa tekan rupiah kalau kejadiannya gitu akan naik ke Rp13.800 per dolar AS," ujarnya di Plaza Mandiri Jakarta, Senin 6 Maret 2017.

Namun, Anton memandang, kenaikan bunga Fed Fund Rate hingga di atas dua persen cukup kecil. Presiden AS, Donald Trump, dinilai tidak akan mengeluarkan kebijakan yang agresif, sebab akan mengganggu perekonomian negaranya.

Rupiah Menguat Pagi Ini, tapi Berpotensi Balik Melemah

"Tetapi, di sana dengan kebijakan Trump dorong ekonomi domestik, kalau bisa jangan terlalu cepat kenaikannya," tuturnya.

Anton menambahkan, melihat The Fed sendiri sepertinya akan menaikkan suku bunganya sebanyak dua kali, hingga maksimum sebanyak tiga kali. 

"Masih dalam jangkauan efek arus modal keluar enggak banyak. Di Asia dan ASEAN yang jelas masih ada arus modal masuk, Asia masih jadi satu tempat sasaran arus modal masuk dunia," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya