GP Ansor Desak RI Hentikan Perundingan dengan Freeport

Karyawan Freeport unjuk rasa mendukung Kontrak Karya Freeport
Sumber :
  • VIVA.co.id/Fikri Halim

VIVA.co.id – Gerakan Pemuda Ansor kembali buka suara terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Gerakan Solidaritas Peduli Freeport di depan Kementerian ESDM pada Selasa pagi 7 Maret 2017. Aksi tersebut disinyalir ditumpangi kepentingan pihak PT Freeport Indonesia. 

GP Ansor Ungkap Makna Gowes 90 KM, Simbol Perjuangan Menuju Indonesia Emas 2045

Untuk itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Gerakan Pemuda (GP) Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, mendesak kepada pemerintah Indonesia untuk secara tegas menghentikan sejumlah perundingan dengan PT Freeport Indonesia jika berbagai aksi unjuk rasa tetap dilakukan.

"Kalau demo-demo jalanan terkait Freeport ditumpangi kepentingan perusahaan raksasa itu, GP Ansor mendesak kepada pemerintah untuk menghentikan perundingan," tegas Yaqut dalam keterangan resminya yang terima VIVA.co.id, Selasa 7 Maret 2017.

Terpopuler: Ustaz Syafiq Basalamah Lancar Isi Kajian di Surabaya, Lonjakan Suara PSI Tak Masuk Akal

Menurut Yaqut, desakan untuk menghentikan perundingan tersebut muncul lantaran adanya tekanan-tekanan melalui aksi massa. Perundingan tersebut tidak ada manfaatnya karena seharusnya sengketa bisnis diselesaikan di atas meja. 

"Tidak ada manfaatnya melanjutkan perundingan karena mereka melakukan penekanan melalui aksi massa," tegas Yaqut yang juga anggota Komisi VI DPR RI tersebut.

Terpopuler: Pengajian Syafiq Basalamah Dibubarkan Ansor, Bos Yakuza Jual Bahan Senjata Nuklir

GP Ansor juga meminta Pemerintah untuk tetap menjalankan amanat konstitusi dan tidak mudah tunduk pada desakan apa pun. Selain itu, GP Ansor menilai bahwa eksplorasi yang dilakukan Freeport selama puluhan tahun tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport, baik untuk rakyat Papua maupun Pemerintah Indonesia.

"Agak aneh ada gerakan peduli Freeport. Bukannya lebih pantas jika ada yang peduli Papua akibat eksplorasi tambang Freeport? Kerusakan alam Papua itu tidak sebanding dengan apa yang diberikan Freeport," tegas Yaqut.

Unjuk rasa peduli Freeport tersebut menuntut agar pemerintah tidak memaksakan perubahan Kontrak Karya (KK) Freeport ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Padahal sesuai amanat konstitusi, dalam hal ini PP Nomor 1 Tahun 2017 yang merujuk pada Pasal 169 dan Pasal 170 jo. Pasal 103 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), kewajiban perusahaan pertambangan pemegang kontrak karya yang sudah berproduksi untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya lima tahun sejak UU Minerba tersebut diundangkan, atau selambat-lambatnya tanggal 12 Januari 2014 sudah tepat. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya