Data Pertanian dan Pangan Nasional Tak Valid

Lahan pertanian
Sumber :
  • wordpress.com

VIVA.co.id – Presiden Joko Widodo pernah menegaskan kepada setiap kementerian dan lembaga, untuk melakukan pembenahan terhadap data-data yang dimiliki setiap instansi tersebut.

Usai Minyak Goreng dan Kedelai, Kini Harga Daging Sapi Merangkak Naik

Bahkan, upaya sentralisasi masalah pengelolaan data pun telah diamanatkan Presiden, agar bisa diakomodasi secara valid dan terpusat oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Namun, pengamat ekonomi Faisal Basri mengatakan, sampai saat ini BPS sendiri masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah dalam hal validasi data, terutama yang terkait dengan data-data pertanian dan pangan nasional.

Meroketnya Harga Pangan Buat Nilai Tukar Petani Desember 2021 Naik

Sebab, walaupun BPS telah bekerja sama dengan Kementerian Pertanian (Kementan), namun data-data terkait sektor pertanian dan pangan nasional sampai saat ini, juga belum terlalu bisa diandalkan.

"Untuk data pertanian BPS kan kerja sama dengan Kementan. Jadi, BPS menghitung produktivitas, dan Kementan menyediakan data luas area, yang ternyata hanya berdasarkan metode 'sebatas mata memandang saja'. Jadi, kita sebenarnya juga kurang tahu berapa data riilnya," kata Faisal dalam sebuah diskusi di kantor HKTI, kawasan Ragunan, Jakarta Selatan, Jumat 17 Maret 2017.

Airlangga: Harga Pangan yang Naik Akhir Tahun Untungkan Petani

Faisal menjelaskan, belum validnya data pertanian dan pangan nasional ini menimbulkan salah satu dampak, yakni berupa tingginya disparitas harga antar masing-masing wilayah yang berbeda. Hal itu pun menjadi salah satu penyebab banyak terjadinya upaya penyelundupan bahan pokok, yang telah banyak merugikan para petani dan masyarakat.

"Faktanya, setiap hari kita disajikan berita penyelundupan beras, gula, daging. Tidak mungkin, daging celeng bisa masuk ke Jakarta, kalau harga daging rendah. Polri pun, enggak bisa nyelesain (kasus) ini kalau disparitas harganya memang tinggi," ujarnya.

Faisal pun menyayangkan langkah pemerintah yang kerap mengambinghitamkan para mafia pangan, tanpa mau introspeksi dan mencari solusi dari tidak validnya data pertanian dan pangan yang menyebabkan disparitas harga tersebut.

"Kalau sekarang ada harga tinggi, nuduhnya mafia, cari kambing hitam. Bukannya cari yang enggak benar di supply, atau demand-nya. Karena, insentif penyelundupan barang itu besar sekali, lihat saja di Batam, Kalimantan, dan daerah lain yang disparitasnya tinggi," kata Faisal.

Dia menilai, saat ini, satu-satunya 'data valid' terkait pertanian dan pangan yang bisa diakses secara transparan oleh semua pihak, adalah data berupa harga bahan pokok di pasaran. Karenanya, Faisal berharap, jika pemerintah dan setiap instansi terkait bisa segera memvalidkan data-data soal pertanian dan pangan nasional, agar nilai kompetitif Indonesia bisa lebih meningkat.

"Saat ini data yang paling bisa dipercaya adalah harga. Karena, semua bisa punya akses dan bisa merasakannya. Harga adalah interaksi antara supply dan demand, yang mencerminkan sehat-tidaknya kedua aspek tersebut. Karena, harga tidak bisa bohong," kata Faisal.

Jadi pada dasarnya, sambung dia  data tidak bisa disiksa (disepelekan) dalam waktu yang cukup lama. “Sikap Presiden pun menegaskan bahwa tak mau lagi banyak sumber data, maunya dari BPS saja. Karena, salah satu kunci memenangkan kompetisi adalah adanya data yang valid," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya