YLKI Nilai Taksi Berbasis Online Rugikan Konsumen

Sejumlah pengemudi taksi melakukan unjuk rasa di jalan utama ibukota menentang transportasi online.
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mencatat, ada beberapa hal perlu dikritisi terhadap pemberlakuan aturan baru transportasi, atau taksi berbasis aplikasi taksi online, yaitu  aspek keselamatan, aksesibilitas, keterjangkauan, terintegrasi, kenyamanan, dan keberlanjutan.

YLKI: Harga Rokok Baiknya Rp70 Ribu per Bungkus

"Sejauh ini, taksi berbasis aplikasi baru menjawab terhadap satu poin saja, yakni aksesibilitas. Sedangkan aspek yang lain, taksi online belum mampu menjawab kebutuhan dan perlindungan pada konsumen yang sebenarnya," kata Ketua YKLKI Tulus Abdi dalam keterangan tertulisnya, Kamis 23 Maret 2017.

Tulus juga mengatakan, taksi online belum mempunyai standar pelayanan minimal yang jelas, baik untuk armada dan sopirnya. Tarif taksi online juga tidak bisa selalu terbilang murah. Taksi aplikasi ini memberlakukan tarif berdasarkan jam sibuk (rush hour) dan non-rush hour.

Konsumen Jadi Korban, YLKI Tolak Revisi UU KPK

"Pada jam sibuk, tarif taksi online jauh lebih mahal, apalagi dalam kondisi hujan. Jadi, untuk diberlakukan tarif bawah taksi online secara praktis tidaklah kesulitan, karena selama ini secara tidak langsung, justru sudah menerapkan tarif batas bawah dan batas atas," ujarnya

Tulus mengatakan, pengawasan terhadap implementasi tarif batas atas dan batas bawah tersebut sulit dilakukan. Aparat penegak hukum dinilai akan kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum, jika terjadi pelanggaran.

Iuran BPJS Naik, YLKI Minta Sistem Kelas Layanan Dihilangkan

Taksi online, lanjut Tulus, juga belum memberikan perlindungan kepada konsumennya jika terjadi kehilangan dan kecelakaan. Bahkan, jika terjadi sengketa keperdataan dengan konsumen akan diselesaikan via abritase di Singapura. "Ini jelas tidak adil dan tidak masuk akal, bahkan merugikan konsumen," tutur dia.

Tulus menambahkan, operator taksi online, juga belum memberikan jaminan perlindungan data pribadi konsumennya. Bahkan, dalam term of contract-nya, mereka akan menjadikan data pribadi konsumen untuk di-share ke mitra bisnisnya, misalnya untuk objek promosi.

"Karena itu, Kemenhub (Kementerian Perhubungan) dalam revisinya Permenhub No 32/2013, seharusnya mengatur poin-poin tersebut. Bukan hanya mengatur soal uji KIR, proses balik nama STNK, atau bahkan tarif," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya