Organda Juga Dorong Pemerintah Segera Regulasi Ojek Online

Ratusan pengemudi ojek online dari Jakarta menuju Bogor, Selasa, 21 Maret 2017.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Zahrul Damawan.

VIVA.co.id – Selama beberapa pekan terakhir, polemik antara angkutan resmi dan transportasi berbasis aplikasi atau transportasi online, kerap menimbulkan gesekan sosial berupa terjadinya kekerasan di sejumlah daerah.

Tarif Ojol Naik, Potongan Biaya Jasa Aplikasi Turun Jadi 15 Persen

Ketua Organisasi Angkutan Darat DKI Jakarta Shafruhan Sinungan mengatakan, hal ini merupakan akumulasi dari kekecewaan para pengemudi angkutan konvensional atau taksi resmi, lantaran merasa tergilas oleh perkembangan transportasi online sehingga mereka merasa ladang nafkahnya terganggu.

"Sekarang banyak terjadi di wilayah Tangerang, Malang, Yogya, Bandung dan lain-lain. Seperti kejadian di Tangerang dimana ada angkot yang tega menabrak pengemudi Grab, itu karena akumulasi dari kekecewaan sekian lama sehingga dihajar," kata Shafruhan dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu 25 Maret 2017.

Pemberlakuan Tarif Baru Ojek Online Diundur: Sosialisasi 25 Hari

Dia mengaku pihaknya sejak awal tak berkeberatan dengan kemajuan teknologi di sektor jasa transportasi ini. Namun, Shafruhan juga mendorong pemerintah agar mampu meredam aksi-aksi kekerasan pada masa transisi seperti ini, dan segera membuat payung hukum yang jelas dalam upaya meregulasinnya.

"Organda tidak menentang model transportasi online. Permenhub (Nomor 32 Tahun 2016) ini hanya soal roda empat, tapi potensi (konflik) yang besar masih ada di angkutan roda dua, dan ini terkait dengan masyarakat kalangan bawah," ujar Shafruhan.

DPR: Kenaikan Tarif Ojek Online Memberatkan

Oleh karenanya, Shafruhan menilai jika pemerintah harus tegas dalam menjalankan regulasi yang telah ada, dalam hal ini adalah revisi Permenhub Nomor 32 Tahun 2016 yang rencananya akan ditetapkan mulai awal April mendatang.

Sebab, jika polemik mengenai transportasi online ini terus berada di zona abu-abu, dikhawatirkan aksi-aksi unjuk rasa serta potensi kekerasan lainnya antar para pengemudi angkutan masih akan terjadi lagi.

"Perusahaan aplikasi ini masif merekrut kendaraan-kendaraan pribadi, termasuk roda dua. Kalau wilayah ini abu-abu terus, maka akan ada konflik terus. Ini kan kendaraan roda dua bukan untuk angkutan umum sebenarnya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya