- VIVA.co.id/Chandra G. Asmara
VIVA.co.id – Center for Indonesia Taxation Analysis mengkritisi capaian program tax amnesty, atau pengampunan pajak yang segera berakhir pada 31 Maret 2017. Terutama, dari sisi dana repatriasi partisipasi para Wajib Pajak yang mengikuti fasilitas tersebut yang masih relatif minim di akhir periode
Berdasarkan data statistik Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, komposisi harta berdasarkan surat penyampaian harta mencapai Rp4.648 triliun. Dengan rincian, deklarasi dalam negeri menjadi penyumbang terbesar, dengan total nilai Rp3.476 triliun.
Kemudian, deklarasi luar negeri, hanya Rp1.072 triliun. Sedangkan dana repatriasi hanya mencapai Rp148 triliun, sangat jauh dari target yang mencapai Rp1.000 triliun.
Direktur Eksekutif CITA Yustinus Prastowo menilai, pemerintah harus segera mengevaluasi rendahnya minat peserta amnesti pajak, terutama yang merepatriasikan asetnya. Di samping itu, langkah-langkah perbaikan secara fundamental pun harus dilakukan secara signifikan.
“Dari sisi repatriasi, realisasinya jauh di bawah target,” ujar Prastowo, dikutip melalui keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Jakarta, Senin 27 Maret 2017.
Selain itu, partisipasi masyarakat dalam program amnesti pajak juga dianggap belum maksimal.
Menurut Prastowo, perluasan basis pajak yang salah satunya dicerminkan dengan tambahan wajib pajak baru justru tidak terjadi. Ia memandang, ada beberapa faktor yang memengaruhi hal tersebut.
“Tapi setidaknya, sosialiasi dalam arti membangun kesadaran bahwa ada program amnesti telah berhasil dicapai. Namun, belum terjadi internalisasi bahwa program ini memang kebutuhan dan harus diikuti,” katanya.
Maka dari itu, pascaprogram tersebut berakhir pada akhir bulan ini, Ditjen Pajak perlu kembali menggencarkan ekstentifikasi melalui kerja sama antara lembaga yang efektif. Reformasi pajak pun diharapkan menjadi babak baru sistem perpajakan yang mampu meningkatkan kepercayaan antara otoritas pajak dan WP. (asp)