Permenhub Taksi Online Dinilai Kurangi Lapangan Kerja

Ilustrasi Layanan taksi berbasis aplikasi online, Uber.
Sumber :
  • Reuters/Kai Pfaffenbach

VIVA.co.id – Sosiolog, Musni Umar, berkata kalau bisnis transportasi berbasis aplikasi menjadi salah satu sumber mata pencaharian masyarakat. Karena itu, pemberian kuota transportasi berbasis aplikasi (online) oleh pemerintah dianggap bisa mengurangi lapangan pekerjaan, selain merugikan konsumen.

"Padahal pemerintah sendiri yang terus berusaha membuka lapangan pekerjaan," kata dia di Jakarta, Selasa 28 Maret 2017.

Pembatasan kuota itu, lanjutnya, juga akan berpeluang membuat mereka kehilangan pendapatan, yang berimbas pada penurunan daya beli. Musni menegaskan, transportasi online masih sangat dibutuhkan masyarakat.

Tarif Transportasi Online Akan Diatur UU

Selain memudahkan akses transportasi masyarakat, keberadaan transportasi online juga menjadi mata pencaharian utama bagi pengemudinya. Apalagi sebagian besar pengemudi transportasi online merupakan masyarakat yang berada dalam status usia produktif.

Maka dari itu, ia menyebut kalau pembatasan kuota transportasi online, yang jadi salah satu butir revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, merupakan ketentuan yang dinilai akan mengganggu mekanisme pasar, dan persaingan usaha menjadi tidak sehat.

Ia setuju dengan pendapat Pengamat Transportasi, Azas Tigor Nainggolan, yang menyarankan pemerintah mendorong kolaborasi antara transportasi online dengan konvensional. Mekanisme ini dinilai akan menjadi solusi terhadap polemik yang terjadi saat ini.

"Pemerintah justru harus mencari solusinya karena  transportasi online ini sudah menjadi kebutuhan masyarakat," ucap dia lagi.

Aplikasi Grab.

Siap-siap, Aturan Transportasi Online Baru Resmi Berlaku 12 Oktober

Aturan transportasi online ini dikeluhkan driver. Salah satunya Grab.

img_title
VIVA.co.id
9 Oktober 2019