Laba Bersih PLN Merosot karena Tax Amnesty

Menara SUTET Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Sumber :
  • cbc.ca

VIVA.co.id – PT PLN mencatatkan laba bersih sebesar Rp10,5 triliun pada 2016, atau turun sebesar Rp5,1 triliun dari laba bersih 2015, yang sebesar Rp15,6 triliin. Penurunan laba bersih perusahaan pada tahun ini disebut, lantaran adanya beban usaha dan beban pajak yang dibayarkan dalam program tax amnesty.

Keren, PLN Jadi Perusahaan Listrik Terbaik Asia Tenggara dan Selatan

Direktur Keuangan PLN, Sarwono Sudarto mengungkapkan, perseroan pada 2016, mengalami keuntungan sekitar Rp15 triliun sebelum dipotong pajak. PLN pada tahun itu mengikuti tax amnesty untuk mendukung program pemerintah, sehingga beban pajak tahun 2016 meningkat cukup signifikan. 

"Kalau 2016, kita kena pajak, karena ada untung sekitar Rp15 triliun, kena pajak Rp5 triliun," kata Sarwono di kantor Pusat PLN, Jakarta, Rabu 5 April 2017.

Rencana PLN Bisa Memperoleh Subsidi Harga Gas Dipertanyakan

Selain itu, lanjut dia, penurunan laba bersih PLN juga lantaran perseroan berusaha keras untuk terus memberikan tarif yang kompetitif bagi masyarakat. Namun, besarnya beban pajak 2016 ditambah revaluasi aset yang dilaporkan PLN mencapai angka yang cukup fantastis, membuat laba bersih PLN merosot.

"Sebetulnya, kalau secara pembukuan, 2016 lebih baik," kata dia. 

Jadi Dirut PLN, Zulkifli Zaini Mundur dari Komisaris Bank Permata

Sementara itu, Direktur Perencanaan PLN, Nicke Widyawati mengatakan hal yang senada. Ia mengatakan, tergerusnya laba PLN karena adanya kegiatan revaluasi aset. Dengan adanya kegiatan itu, maka total aset dan ekuitas perseroan di akhir 2015 meningkat sekitar Rp650 triliun atau masing-masing meningkat sebesar 227 persen dan 453 persen.

Namun demikian, Nicke mengungkapkan peningkatan beban perusahaan masih bisa diimbangi oleh efisiensi internal PLN, sehingga tidak terlalu menyebabkan laba perusahaan anjlok lebih jauh. Salah satunya melalui substitusi penggunaan bahan bakar minyak (BBM) dengan penggunaan batu bara atau energi primer lain yang lebih murah.

"Efisiensi terlihat dari berkurangnya biaya BBM sebesar Rp12,3 triliun, sehingga pada 2016 menjadi Rp22,8 triliun, atau 35,03 persen dari tahun 2015 yang membutuhkan Rp35 triliun. Itu, dengan penurunan konsumsi BBM 0,8 juta kilo liter, sehingga volume pemakaian sampai dengan 2016 sebesar 4,7 juta (KL)," ungkapnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya