Apartemen Tapak Dinilai Boros Lahan

Tampak depan apartemen tapak di Kramat Jati, Jakarta Timur.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Andry Daud Arifin

VIVA.co.id – Industri properti selalu membuka ruang bagi perkembangan inovasi. Salah satu terobosan terkini adalah adanya konsep 'Apartemen Tapak', berupa jejeran hunian dengan luas bangunan yang masing-masingnya sebesar 24 meter per segi, dan berdiri di atas tanah seluas 36 meter persegi untuk tiap unitnya.

Melantai di Bursa New York, PropertyGuru Raup Dana Segar US$254 Juta

Konsep hunian sederhana bernuansa apartemen itu dikembangkan oleh salah satu pengembang lokal di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur, yang dibanderol dengan harga sekitar Rp200 juta untuk tiap unitnya.

Direktur Eksekutif Indonesia Properti Watch, Ali Tranghanda, menilai konsep ini merupakan terobosan yang sangat berani. Karena, dengan mengingat mahalnya harga tanah di Jakarta, maka membuat rumah tapak dengan harga Rp200 jutaan itu tentunya merupakan langkah berani dan tentunya akan sangat diminati oleh konsumen.

Menerawang Efektivitas Perpanjangan Insentif PPN DTP Sektor Perumahan

"Kalau dari sisi optimalisasi lahan, jika di Jakarta masih ada yang jual Rp200 jutaan, itu bagus. Walaupun saya kurang paham lokasi apartemen tapak itu di mana ya tepatnya," kata Ali di kawasan Hayam Wuruk, Jakarta, Rabu 12 April 2017.

Meski demikian, Ali juga mempertanyakan bagaimana dengan lokasi apartemen tapak itu dari sisi aksesibilitas. Sebab menurut sepengetahuannya, harga tanah di kawasan Kramat Jati, Jakarta Timur itu, saat ini sudah berada di kisaran Rp5 juta sampai Rp10 juta per meter perseginya.

Dijual hingga Rp15 Miliaran, 486 Unit di Cluster Ini Laku dalam 2 Hari

"Maka kalau ada yang jual Rp200 juta itu kita harus lihat, apakah terkoneksi dengan transit oriented development (TOD) atau enggak? Bagaimana daerahnya, terpencil enggak. Saya sih enggak yakin dengan harga itu lokasinya bagus. Mungkin bukan di jalan utama ya," kata Ali.

Jangan di Jakarta

Selain itu, Ali juga menilai bahwa konsep apartemen tapak semacam itu sebenarnya kurang tepat untuk digarap di Jakarta, mengingat hal itu sebenarnya masih dapat dioptimalkan lagi melalui pengembangan hunian vertikal.

Sebab, dengan luas lahan yang sama, total jumlah unit hunian yang bisa dihasilkan antara konsep apartemen tapak dan konsep hunian vertikal sangat jauh berbeda. Apalagi, dengan mahalnya harga tanah di Jakarta, maka konsep hunian vertikal dinilai Ali akan lebih efektif dikembangkan daripada hunian tapak.

"Lahan-lahan di Jakarta itu akan lebih optimal kalau mainnya di vertikal. Karena kota sepadat Jakarta itu semua akan vertikal pengembangannya. Kalau satu hektare di Jakarta dibangun hunian tapak semacam konsep apartemen tapak, itu kira-kira hanya dapat (dibangun sebanyak) seratus unit. Tapi kalau dibangun apartemen 12 lantai misalnya, itu kan bisa dapat seribu unit," lanjut Ali. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya