Kadin: Tudingan RI Bikin Defisit AS Sudah Diluruskan

Ketum Kadin, Rosan Perkasa Roeslani.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id – Kamar Dagang dan Industri Indonesia menekankan peluang kerja sama perdagangan Indonesia-Amerika Serikat masih sangat terbuka. Kendati ada permintaan eksklusif yang sempat dilontarkan Presiden AS Donald Trump dan menuduh Indonesia sebagai penyebab defisit negaranya. 

Luhut ke AS, RI Dapat Dana Infrastruktur dan Dagang US$750 Juta

Keyakinan itu disampaikan oleh Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P. Roslani, setelah pertemuan bilateral dengan pemerintah AS yang diwakilkan oleh Wakil Presiden AS Mike Pence pada hari ini. 

Pertemuan tersebut, menurutnya, menekankan pada konsolidasi perdagangan dan investasi bilateral Indonesia-AS. 

Kumpulkan Rp500 Miliar, Kadin Galang Dana Bantuan Penanganan Corona 

"Salah satunya yang sangat penting disampaikan dari permintaan Presiden Trump adalah multilateral field trade mereka tidak tertarik kalau untuk bilateral field trade. mereka itu sangat tertarik dan arahnya ke depan ke sana," ujar Rosan di Jakarta, Jumat 21 April 2017.

Dia menjelaskan, bilateral field trade lebih dikedepankan, ketimbang multilateral field trade, karena lebih dapat menciptakan win-win solution trading untuk kedua negara lebih insentif. 

AS-RI Komitmen Tingkatkan Nilai Perdagangan Hingga US$60 Triliun

"Karena, membawa kepentingan masing-masing negara-negara. Ini akan dimulai pembicara formal dan informal untuk ke arah bilateral field trade agreemant Indonesia-AS," ucapnya. 

Pada kesempatan ini pun isu Indonesia penyebab defisit AS telah diluruskan dengan Pemerintah Indonesia kepada Mike Pence. Pemerintah meminta Pemerintah AS melihat lebih luas aspek perdagangan yang ada. 

Data Kementerian Perdagangan mencatat surplus Indonesia, atau defisit AS pada sepanjang 2016, ada US$8,842 miliar dan pada 2015 itu ada US$8,647 miliar. Di sisi lain, Rosan menyebutkan defisit Indonesia di sektor perdagangan jasa dengan AS lebih akan mengancam sebetulnya. 

"Kalau dari jasa kita, yang defisit kurang lebih US$3 miliar, rata-rata dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir. Sedangkan jasa ini makin lama, makin berkembang, jadi kita minta mereka lihat dari sisi jasanya juga. Tidak semata melihat dari segi perdagangan barang saja," terangnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya