Ini Alasan Freeport Batal Gugat RI ke Arbitrase

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – PT Freeport Indonesia mengurungkan niat menempuh jalur arbitrase Internasional, untuk menggugat pemerintah Indonesia, terkait perubahan status dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus, atau IUPK.

Pemerintah Bakal Tambah Saham di Freeport Indonesia Jadi 61 Persen, Begini Penjelasan Tony Wenas

Hal itu dengan pertimbangan, jika negosiasi antara Freeport dengan pemerintah mencapai solusi bersama yang saling menguntungkan. 

Melalui pimpinan induk usahanya, yaitu CEO Freeport McMoRan, Richard C. Adkerson, menyampaikan bahwa pihaknya sebetulnya tidak menginginkan menempuh jalur arbitrase.

Viral Penampakan Masjid dan Gereja Berada di Kedalaman 1.760 Meter Perut Bumi

"Hal ini, sepanjang tercapai kemajuan bersama yang saling menguntungkan, maka tidak ada arbitrase," kata Richard dalam jumpa pers di kantor Kementerian ESDM, Kamis kemarin, 4 Mei 2017. 

Sebelumnya, Richard, pada pertengahan Februari kemarin, sempat melontarkan ancaman kepada pemerintah untuk tempuh jalur Arbitrase Internasional. Pada waktu itu, Richard menyebut, Freeport akan melakukan Arbitrase kepada pemerintah Indonesia, jika dalam 120 hari tidak kunjung tercapai kesepakatan terkait kegiatan operasinya di Indonesia . 

Jokowi Kumpulkan Menteri Bahas Revisi PP Tambang hingga Perpanjangan Kontrak Freeport

Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Bambang Gatot Ariyono, mengatakan bahwa selama ini Freeport hanya menyampaikan ancaman arbitrase melalui media. Bambang menyebut tidak ada pernyataan resmi Freeport kepada pemerintah yang berencana menggugat pemerintah ke jalur Arbitrase. 

"Dia belum pernah menyatakan arbitrase kepada pemerintah, 'Eh saya mau arbitrase, nih', enggak ada, kalau ngomong di media berbeda, tanya saja dia," kata Bambang, saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat 5 Mei 2017. 

Bambang mengatakan, Arbitrase, merupakan salah satu yang menjadi hak Freeport yang diatur dalam Kontrak Karya. "Kalau dia bilang arbitrase itu kan ada di kontrak kalau ada dispute. Memang, selama ini enggak ada (ngomong resmi ke pemerintah)," ujar dia. 

Hingga kini, kata Bambang, pihak pemerintah masih sepakat melakukan negosiasi hingga Oktober 2017. Adapun, secara garis besar, pembahasan masih sama dengan yang telah sering dibicarakan. 

"Masih masalah yang itu, masalah kepastian operasi (perpanjangan kontrak), stabilitas investasi, kemudian smelter, dan divestasi," ungkap dia.

Dalam masa hingga Oktober itu, Freeport telah diizinkan mengekspor konsentratnya, dengan IUPK sementara. Jika Freeport merasa keberatan dengan ketentuan tersebut, Freeport disebut berhak kembali pada Kontrak Karya hingga masa berakhir kontraknya pada 2021. 

"Kita sudah tetapkan waktu enam bulan, pokoknya sampai Oktober ini akan kita selesaikan," tutur Bambang. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya