Mengintip Biaya Investasi Tambang Bawah Tanah Freeport

Wilayah pertambangan terbuka Freeport di Timika, Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Masyarakat banyak menganggap kegiatan tambang bawah tanah yang dilakukan PT Freeport Indonesia akan dengan mudah menghasilkan banyak tembaga dengan logam ikutan emas dan perak. Namun, kenyataannya hal itu tak semudah yang dipikirkan karena penuh risiko dan investasi besar.

Freeport Indonesia Setor Rp 3,35 Triliun Bagian Daerah dari Keuntungan Bersih 2023

Guru Besar Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan Institut Teknologi Bandung, Ridho Kresna Wattimena mengatakan, kegiatan tambang dengan metode block caving memiliki tantangan tersendiri, terlebih kegiatan produksi tak boleh terhenti.  

“Metode block caving yang pakai Freeport untuk kegiatan tambang bawah tanah membutuhkan biaya sedikitnya US$10 miliar, dan kegiatan produksi tidak boleh terhenti, karena akan terjadi peningkatan tegangan serta mengakibatkan runtuhnya terowongan,” kata Ridho di Jakarta, Selasa 23 Mei 2017.

Pemerintah Bakal Tambah Saham di Freeport Indonesia Jadi 61 Persen, Begini Penjelasan Tony Wenas

Menurut dia, apabila kegiatan tambang di bawah tanah berhenti, kerugian akan sangat besar, terutama dari sisi cadangan akan hilang dan tidak akan kembali lagi seperti semula. Sebab, bijih mineral yang sudah diberaikan akan terkompakkan kembali.

“Ini justru bisa sebabkan perusahaan mengalami kerugian triliunan rupiah atas investasi yang ditanamkan, selain itu terjadi kerusakan terhadap terowongan akibat konsentrasi tegangan dalam waktu yang lama,” katanya.

Viral Penampakan Masjid dan Gereja Berada di Kedalaman 1.760 Meter Perut Bumi

Ia mengungkapkan, kondisi tersebut sebenarnya pernah terjadi di Freeport yaitu pada 2011, saat pekerja tambang melakukan mogok kerja selama berbulan-bulan, sehingga 20 persen cadangan di bawah, di Deep Ore Zone tak bisa diambil lagi karena sudah terkompakkan kembali. 

Untuk itu, dia berharap masalah yang terjadi saat ini dengan pemerintah cepat dicarikan solusi terbaik, agar tidak merugikan negara dalam hal penerimaan pendapatan dan juga tidak merugikan perusahaan dalam berinvestasi.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Indonesian Mining Institute (IMI), Hendra Sinadia mengatakan, teknologi tambang bawah tanah membutuhkan investasi yang luas biasa. Wajar bagi perusahaan mana pun menuntut adanya kepastian hukum dari operasional perusahaannya.

“Ini bukan hanya bicara Freeport, tapi juga perusahaan tambang lain. Mereka butuh kepastian operasional karena investasinya sangat besar dan jangka panjang. Apalagi risikonya juga tinggi,” kata Hendra.

Perlu diketahui, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah melakukan negosiasi dengan PT Freeport hingga Oktober 2017. Pada masa itu, Freeport diizinkan untuk melakukan ekspor konsentrat dengan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya