- VIVA.co.id/Chandra G Asmara
VIVA.co.id – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, revisi batas minimum saldo rekening keuangan nasabah domestik yang wajib dilaporkan kepada Direktorat Jenderal Pajak dari yang sebelumnya Rp200 juta menjadi Rp1 miliar berlaku bagi lembaga jasa keuangan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2017.
Dalam Perppu tersebut, disebutkan bahwa lembaga jasa keuangan yang wajib melaporkan secara berkala batas minimum saldo rekening nasabah domestik, di antaranya adalah perbankan, pasar modal, perasuransian, atau entitas lainnya. Artinya, revisi tersebut tidak hanya diberlakukan bagi nasabah yang menempatkan uangnya di perbankan.
“Ini untuk semua lembaga jasa keuangan, baik di bawah OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau non OJK,” kata Ani, sapaan akrab Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Jakarta, Jumat 9 Juni 2017.
Ani menjelaskan, alasan utama pemerintah merevisi ke atas batas minimum saldo tersebut adalah dengan mempertimbangkan berbagai reaksi yang mengemuka dari pemikiran masyarakat, terutama sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah. Padahal, aturan Organisasi for Economic Cooperation and Development justru tidak memberikan batasan saldo minimum.
“Berdasarkan standar OECD, memang tidak ada batasan. Artinya, kalau ada orang asing buka akun di sini, kita wajib melaporkan datanya, meski angkanya di bawah Rp1 miliar. Buka akun tidak ada duitnya, pun harus dilaporkan,” tegasnya.
Ani mengaku telah mempertaruhkan kredibilitas Kementerian Keuangan, dengan menerbitkan sebuah kebijakan yang pada akhirnya direvisi di tengah jalan. Namun, keputusan untuk merevisi batasan tersebut dianggap mampu mengakomodasi reaksi yang timbul di publik.
“Tidak ada lembaga yang sempurna. Kalau kami berpura-pura tidak mendengar respons masyarakat, malah tidak kredibel karena tidak realistis. Kami akan terus perbaiki, perhatikan suara masyarakat, dan kami coba jelaskan. Inilah cara kerja kami di Kemenkeu,” katanya.
Jaga rahasia
Ani mengaku akan menjaga kerahasiaan informasi rekening nasabah yang dilaporkan lembaga jasa keuangan. Tidak sembarang fiskus pajak bisa mengintip data milik para nasabah yang sudah berada di tangan Ditjen Pajak. Ada mekanisme tersendiri untuk mendapatkan akses mengintip data nasabah.
“Kami punya SOP (Standar Operasional Prosedur). Kami memperketat persyaratan siapa saja yang bias akses dan dapat data ini. Biasanya sesuai arahan dan otoritas. Tidak semua orang bisa akses,” kata dia. (asp)