Kemenkeu Ungkap 'Kebobrokan' Daerah dalam Kelola APBD

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Boediarso Teguh Widodo.
Sumber :
  • Fikri Halim/VIVA.co.id

VIVA – Kementerian Keuangan mengungkapkan, pengelolaan keuangan negara di daerah saat ini  masih belum efisien. Diantaranya terbukti dari belanja pegawai yang lebih besar ketimbang belanja modal, lalu penyerapan anggaran pemerintah daerah yang belum optimal.

Inovasi Bungan Desa, Sukses Bawa Tabanan Menjadi Finalis PPD Tahun 2024

Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kemenkeu, Boediarso Teguh Widodo mengatakan, baik perencanaan pelaksanaan maupun monitoring pengelolaan keuangan negara itu merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan krusial untuk dilakukan.

"Ini perlu untuk segera dilakukan, mengingat pengelolaan APBN dan APBD masih terdapat celah-celah yang masih bisa diperbaiki ke depan agar bisa menjadi lebih efektif efisien, optimal dan produktif," kata Boediarso dalam acara Budget Day dengan tema transformasi penganggaran untuk APBN yang berkualitas, di Kementerian Keuangan, Jakarta Rabu 22 November 2017.

Kemendagri Turun Langsung ke Papua Tengah Percepat Realisasi APBD

Ia mengungkapkan, anggaran transfer ke daerah dari tahun ke tahun makin meningkat yakni dari Rp81 triliun pada saat diluncunrkannya desentralisasi fiskal hingga sekarang yang telah mencapai Rp766 triliun.  Sementara itu belanja daerah di APBD, dalam kurun waktu yang sama juga meningkat hampir 12 kali lipat, yakni dari Rp93 triliun menjadi Rp1.097 triliun. 

"Tetapi kenaikan dari belanja APBD dan transfer tadi. Ternyata tidak diikuti dengan pengelolaan anggaran yang efektif dan efisien," kata dia. 

Penerimaan PBB 100 Persen Untuk Pembangunan Daerah

Paling tidak, sambung dia, ada beberapa indikator ketidakefisienan. pertama adalah belanja pegawai di daerah itu lebih besar dari porsi belanja modal yakni 36,8 persen belanja pegawai, berbanding 20 persen untuk belanja modal. Kedua, penyerapan anggaran juga belum optimal.

"Realisasi belanja modal lambat dan kemudian simpanan pemda di bank itu makin tahun makin meningkat," ujarnya.

Ketiga, lanjut dia, masih terdapat ketimpangan pelayanan publik antar daerah, pada akses air bersih, kesehatan hingga pendidikan. Misalnya saja, di kota Balikpapan akses air bersih mencapai 98 persen, sedangkan di Kabupaten Membramo, Papua, akses air bersih baru 4 persen.

"Di bidang kesehatan untuk kota Banda Aceh telah telah terdapat 15 per 100 ribu orang untuk tenaga kesehatan. Di sisi lain di kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur baru 1,4 per 100 ribu orang yang dilayani oleh tenaga kesehatan," kata dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya